03 September 2010

China Melaju Tanpa Hambatan

Cina mengambil alih posisi Jepang sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia pada kuartal II tahun ini. Kemajuan Cina justru menjadi kesempatan besar bagi korporasi Jepang untuk berekspansi. Pendapatan per kapita Cina masih setara dengan negara yang belum berkembang.

Lima tahun lalu, produk domestik bruto (PDB) Cina hanya berada di angka US$ 2,3 trilyun. Meski secara ekonomi saat itu mulai diperhitungkan, toh besaran angka yang mencerminkan nilai semua barang dan jasa yang diproduksi Cina selama setahun itu belum ada apa-apanya dibandingkan dengan Jepang. Maklum, di tahun yang sama, PDB Jepang mencapai dua kali lipat dari Cina.

Namun, dalam tempo yang terbilang singkat, Cina mampu membalikkan keadaan. Setelah membukukan pertumbuhan ekonomi tinggi selama tiga dekade terakhir, Cina akhirnya melampaui Jepang menjadi negara dengan kekuatan perekonomian kedua terbesar dunia setelah Amerika Serikat. Cina mengambil alih posisi Jepang pada kuartal II tahun ini, menyusul melemahnya pertumbuhan PDB "negeri matahari terbit" pada periode tiga bulanan itu.

Data yang dikeluarkan Kantor Kabinet Jepang yang dirilis awal pekan lalu menunjukkan bahwa PDB negaranya selama kuartal II setara dengan US$ 1,288 trilyun, atau lebih rendah dari Cina yang mencapai US$ 1,337 trilyun. "Ini adalah pencapaian yang sangat signifikan," ujar Nicholas R. Lardy, seorang ekonom pada Peterson Institute of International Economics.

Selama kuartal II, PDB negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat selama hampir empat dekade terakhir ini hanya tumbuh 0,4% secara tahunan. Angka ini mengalami penurunan dari posisi 4,4% pada kuartal sebelumnya. Sebaliknya, tumbuhnya ekonomi Cina pada kuartal II tahun ini sebesar 10,3% membuat posisinya dengan mudah mengalahkan Jepang. Memang, jika dihitung total selama semester I, PDB Jepang masih lebih besar ketimbang Cina.

Isyarat Cina yang bakal menggusur posisi PDB Jepang di nomor dua memang sudah terlihat sejak tahun lalu. Berdasarkan data Bloomberg, PDB Cina sudah melampaui Jepang pada kuartal IV tahun 2009. Memang, secara tahunan, sepanjang tahun lalu posisi PDB Jepang masih di atas Cina. Tahun 2009, Jepang berhasil mencetak PDB sebesar US$ 5,1 trilyun atau lebih tinggi dibandingkan dengan PDB Cina di tahun sama yang mencapai USD 4,9 trilyun.

Meski berada di urutan nomor tiga, toh perbedaan PDB keduanya tidaklah besar-besar amat. Dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 8,7% pada 2009, sinyal Cina menyalip Jepang tak pernah redup. Meski pada kuartal I PDB Jepang masih lebih besar daripada Cina, bukan tidak mungkin sepanjang tahun ini Cina bisa mengalahkan Jepang dengan mudah.

Tersalipnya Jepang oleh Cina memang menjadi kejutan tersendiri. Maklum, jauh sebelum Cina mulai menggeliat, justru Jepang-lah yang digadang-gadang akan mampu melampaui dominasi kekuatan ekonomi Amerika suatu hari nanti. Alih-alih mampu mengalahkan Amerika, justru yang terjadi kondisi perekonomian Jepang mencapai titik jenuh dan populasi penduduknya semakin menua.

Sebaliknya, catatan prestasi Cina saat ini masih bakal terus berlanjut. Maklum, perekonomian Cina yang diperkirakan masih dapat tumbuh hingga 10% tahun ini akan membuat pundi-pundi GDP-nya juga makin mengembang. "Ini baru permulaan," ujar Wang Tao, ekonom UBS di Beijing.

Melonjaknya GDP Cina membuat banyak kalangan berdecak kagum. Bayangkan saja, negara dengan populasi terbesar seantero dunia ini, standar kehidupan rakyatnya masih tergolong relatif rendah. Pendapatan per kapita negeri berpenduduk 1,3 milyar ini tak jauh berbeda dengan negara yang belum berkembang, seperti Aljazair, El Salvador, dan Albania, yang sekitar US$ 3.600.

Bahkan, merujuk data Bank Dunia per akhir 2008 Cina yang masih dikategorikan sebagai negara berkembang itu berada di peringkat ke-127 jika diukur dari pendapatan per kapita rakyatnya yang sebesar US$ 2.940, setelah Angola dan Azerbaijan.

Membandingkan dengan pendapatan per kapita Amerika Serikat dan Jepang, yang masing-masing pada tahun 2009 sudah mencapai US$ 46.000 dan US$ 39.000, Cina mungkin tidak ada apa-apanya. Tapi dengan jumlah populasi penduduk mencapai 1,3 milyar serta masih dimasukkan di kelompok negara berkembang, bukan tidak mungkin Cina bakal menyalip Amerika Serikat.

Tidak berlebihan jika kisah sukses Cina lantaran pesatnya perekonomian yang telah membuat negeri itu berhasil melampaui PDB Jerman, Prancis, dan Inggris beberapa tahun sebelumnya, bisa terulang kembali. Tak sedikit analis memprediksi Cina bakal melampaui Amerika Serikat --yang pada 2009 mencatat produk domestik bruto sebesar US$ 14 trilyun--- dan menjadi negara dengan perekonomian terbesar di dunia sebelum tahun 2030.

Masih dengan keunggulan jumlah penduduknya, Cina menjadi konsumen pangan yang sangat diperhitungkan. Inilah yang membuat negeri ini memiliki dampak terbesar pada harga-harga komoditas para negara-negara pemasoknya. "Cina semakin melebarkan pengaruh terhadap perekonomian global dan makin dominan di Asia," ujar Eswar S. Prasad, profesor di Cornell University yang juga mantan Kepala Divisi Cina di IMF.

***

Besarnya pengaruh Cina di tataran global membuat banyak negara lain ikut diuntungkan. Berkah itu sebagian dinikmati, khususnya negara-negara Asia yang secara geografis berdekatan dengan negara yang kini menjadi pemakai energi terbesar di dunia itu. Termasuk Jepang. "Ekspansi perekonomian domestik Cina sangat positif bagi perekonomian Jepang," ujar Takashi Shiono, ekonom Credit Suisse di Tokyo, Jepang.

Analisis Takashi nampaknya ingin menyadarkan sebagain besar warga Jepang untuk tidak iri terhadap kemajuan Cina. Ini lantaran di balik kehebatan ekonomi Cina, di sanalah terselip kesempatan bagi para produsen Jepang. "Kemajuan Cina justru menjadi kesempatan besar bagi korporasi Jepang untuk berekspansi," ujarnya.

Sejak Cina membuka kesempatan investasi asing masuk ke negaranya, tak sedikit perusahaan Jepang yang mendirikan pabrik di Cina yang upah pekerjanya murah. Berbondong-bondongnya pabrikan Cina mengalihkan pabriknya ke negara dengan luas 9,6 juta kilometer persegi ini seakan menjadi solusi produsen-produsen "negeri matahari terbit" itu guna menurunkan biaya produksi dari mahalnya upah pekerja di negara asalnya.

Ekonomi Jepang sudah lama terimpit stagflasi (stagnasi diiringi inflasi). Pasar domestiknya semakin berkurang, yang membuat kinerja ekspor Jepang yang menjadi tulang punggung ekonominya juga ikut melemah. Namun, menurut Martin Schulz, ekonom senior pada Pusat Riset Fujitsu, kehadiran Cina yang memiliki pangsa pasar lebih luas membuat para pebisnis Jepang masih bisa optimistis.

Pernyataan Schulz jelas cukup beralasan. Tengok saja volume perdagangan antara Cina dan Jepang pada periode Januari hingga Juni 2010 yang naik pesat 34,5% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kini volume perdagangan keduanya mencapai US$ 138,37 milyar. Dari peningkatan itu, justru Jepang yang lebih diuntungkan. Ekspor Jepang ke Cina naik lebih dari 47%, bahkan mencapai rekor baru dengan besaran mencapai US$ 68,43 milyar.

Peningkatan ekspor itu sebagian besar ditopang oleh meningkatnya ekspor komponen dan bahan baku dari Jepang ke Cina. Tak hanya itu, ekspor barang jadi Jepang ke Cina seperti mobil serta mesin-mesin pun mengalami peningkatan. Sedang gencar-gencarnya Cina membangun infrastrukturnya membuat ekspor kendaraan, penunjang infrastruktur pun ikut-ikutan pula meningkat.

Negara di sekitar Cina yang juga langsung mendapatkan berkah atas kemajuan Cina adalah Korea Selatan. Langkah diversifikasi Cina yang mulai mengalihkan pembelian surat utang terbitan Amerika Serikat ke Korea Selatan membuat harga surat utang negeri ginseng itu terus meningkat serta membukukan penguatan terbesar dalam tiga tahun terakhir ini.

Tak mengherankan jika volume surat utang Korea Selatan yang dibeli Cina saat ini mencapai dua kali lipat nilainya dibandingkan dengan tahun lalu. Hingga semester pertama tahun ini saja tercatat surat utang Pemerintah Korea Selatan yang berada di tangan investor Cina naik 111% menjadi 3,39 trilyun won atau sekitar US$ 3,4 milyar. Angka ini bakal terus meningkat, mengingat kini Cina tengah mengalokasikan sebagian cadangan devisanya yang senilai US$ 2,45 trilyun itu ke aset finansial di beberapa negara Asia.

Bahkan, kepak investasi Cina pun terasa hingga ke Yunani, yang ekonominya sedang morat-marit lantaran dililit utang. Pertengahan tahun ini, delegasi yang dipimpin Wakil Perdana Menteri Cina Zhang Dejiang menandatangani 14 kesepakatan dagang dengan pihak Yunani. Perjanjian tersebut mencakup kerja sama di bidang maritim, perkapalan, telekomunikasi, pariwisata, dan ekspor minyak zaitun Yunani ke Cina.

Daya tahan pertumbuhan Cina selama krisis membuat sejumlah negara lain, terutama yang berbasis ekspor komoditas, menurut Eswar S. Prasad, yang juga ekonom dari Brookings Institution itu, ikut bertahan dari badai krisis. Ini semakin membuktikan bahwa peran perekonomian Cina cukup dominan dalam perekonomian global.

Seiring dengan naiknya pamor perekonomian Cina yang saat ini berada di urutan nomor dua setelah Amerika Serikat, membuat negeri Paman Sam itu mulai ketar-ketir. Tak hanya khawatir bakal tersalip dari sisi ekonomi, Amerika juga mewaspadai kekuatan militer Cina yang bakal meningkat.

Hatim Ilwan (dari berbagai sumber)




Ekonomi Maju, Militer Meningkat
Amerika Serikat rupanya menyimpan kekhawatiran lain di balik bertenggernya kekuatan ekonomi Cina di posisi nomor dua sejagat tersebut. Adalah perkembangan di sektor militer negeri tirai bambu itu yang membuat Paman Sam ekstra-waspada. Washington sadar betul bahwa pesatnya kemajuan ekonomi di negeri Panda itu bakal diiringi juga dengan kemajuan di sektor militernya.

Guna mengukur kemampuan militer Cina, sejak awal tahun ini Kongres Amerika meminta pemerintahnya di bawah Presiden Barack Obama untuk mengintip peningkatan kemampuan militer negeri komunis itu. Tak berselang lama dari pengumuman naiknya posisi PDB Cina yang menggeser Jepang, Departemen Pertahanan Amerika Serikat atau Pentagon membeberkan laporan mengejutkan.

Departemen yang sejak Desember 2006 dipimpin oleh Robert M. Gates ini memperingatkan adanya peningkatan kemampuan militer Cina belakangan ini. Laporan tahunan yang mestinya keluar lima setengah bulan lalu itu jelas menyebutkan bahwa perkembangan angkatan perang "negeri panda" itu dalam jangka panjang bisa melemahkan dominasi Amerika Serikat di kawasan Pasifik Barat.

Bahkan, menurut laporan itu disebutkan bahwa Cina berniat memperluas wilayah perairannya dengan segala cara termasuk dengan melanggar hukum internasional. Dengan pengembangan kapal selam dan kapal perang mutakhirnya, laporan itu memperkirakan kekuatan angkatan laut Cina akan bisa berekspansi dalam 10 tahun mendatang. "Ini merupakan sebuah laporan di mana kami sangat berhati-hati dalam pemilihan bahasanya," ujar juru bicara Pentagon, Bryan Whitman.

Yang juga membuat negeri Paman Sam itu ketar-ketir, diam-diam rupanya Cina juga telah mengembangkan kemampuan senjatanya, termasuk sebuah rudal balistik antikapal perang dengan jarak tembak lebih dari 1.000 kilometer. Pentagon menilai rudal balistik jarak jauh itu merupakan program peluru kendali paling aktif seantero dunia. "Meski kemampuan mereka (Cina) masih jauh," ujar seorang pejabat senior Pentagon yang menolak disebutkan namanya, seperti dikutip Reuters.

Kemajuan teknologi dunia maya Cina juga dituding Amerika Serikat menjadi senjata untuk mencuri informasi strategis kekuatan militer negara lain. Dalam laporan itu juga dibeberkan bahwa sepanjang tahun lalu Cina telah menggelontorkan fulus sekitar US$ 150 milyar untuk anggaran militernya. Temuan angka ini menunjukkan hampir dua kali lipat ketimbang yang diumumkan secara resmi sebelumnya. Memang, dibandingkan dengan total belanja militer tahunan Amerika yang mencapai US$ 500 milyar, angka itu belum apa-apa.

Yang pasti, jor-joran dana yang digelontorkan Beijing untuk membangun kekuatan militernya membuat Amerika tak bisa lengah. Lebih-lebih, hubungan keduanya kerap dilanda panas-dingin. Bukankah Cina masih menyimpan murka setelah Amerika sepakat menjual senjata ke Taiwan, wilayah yang selama ini diklaim sebagai bagian dari negaranya?

Hatim Ilwan

PDB dan PDB Per Kapita Tahun 2009 Nama Negara PDB PDB per Kapita (US$) Amerika Serikat US$ 14 trilyun 45.570 Jepang US$ 5,1 trilyun 39.116 Cina US$ 4,9 trilyun 3.622 Indonesia US$ 217,7 milyar 2.030 Sumber diolah




- Pada kuartal II tahun ini, ekonomi Cina tumbuh 10,3%.

- Cina diprediksi bakal melampaui Amerika Serikat dan menjadi negara dengan perekonomian terbesar di dunia sebelum tahun 2030.

- Di luar ekonomi, Amerika Serikat menyimpan kekhawatiran akan kekuatan militer Cina.