24 Juni 2013

Film Cinta Tapi Beda dianggap Menghina Minangkabau? Di Mana Logika?

Protes dan gugatan hukum terhadap film Cinta tapi Beda adalah persoalan serius. Sebagai seorang beretnik Minang, saya memandang apa yang dilakukan penggugat – Komunitas Minang seJabodetabek – menodai keharuman nama Minangkabau.
Seperti ramai diberitakan, film Cinta Tapi Beda (CTB) dituduh ‘menanamkan rasa kebencian dan penghinaan di muka umum terhadap etnis suku Minang.’

Dengan dasar tuduhan itu, perwakilan berbagai Organisasi suku Minang seperti Badan Koordinasi Kemasyarakatan dan Kebudayaan Alam Minangkabau (BK3AM), Keluarga Mahasiswa Minang Jaya (KMM Jaya) dan Ikatan Pemuda Pemudi Minangkabau Indonesia (IPPMI) melaporkan Hanung Bramantyo (sutradara) dan Raam Punjabi (produser MUltivision Plus) ke Polda Metro Jaya.
Film garapan Hanung itu dianggap telah melanggar ketentuan dalam pasal 156 KUHP, yang bunyinya : “barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun …”

Apa kesalahan Hanung?
Kuasa hukum aliansi Komunitas Minang seJabodetabek , Zulhendri Hasan, menggugat Hanung dan Raam karena dalam film itu ada sosok figur beretnik Minang (diperankan Agni Pratistha) yang beragama Katolik dan memakan babi.
Menurut Zulhendri penggambaran sosok semacam itu adalah penghinaan terhadap etnik Minang karena “suku Minang identik dengan Islam.”
“Kalau ingin menampilkan non-muslim, ya cari dong tempat sosial-kultur yang lain, jangan di Padang,” ujar Zulhendri okezone, 7 Januari 2013)

Zulhendri juga menghimbau agar Hanung segera meminta maaf kepada seluruh warga Minang di Tanah Air karena apa yang dibuat Hanung, dianggap telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
“Kami juga minta agar Hanung minta maaf pada seluruh masyarakat, terlebih pada warga Minang. Apa yang dilakukannya, membuat kami tidak nyaman. Dan, dia melanggar HAM,” ungkapnya.
Multivision Plus sendiri sampai saat ini tak bersedia menarik film itu dari peredaran. Tampaknya mereka siap untuk berhadapan dengan para penggugat di pengadilan.
Bagi saya ini persoalan serius karena gugatan itu menunjukkan betapa ada jurang sangat jauh antara kecerdasan para tokoh Minang di masa lalu dengan para penggugat itu sekarang.
Masyarakat Minang pernah melahirkan putra-putra terbaik mereka di masa lalu: dari Bung Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, Agus Salim, Buya Hamka, Usmar Ismail, Asrul Sani, dan sebagainya. Sebagai orang MInang saya selalu bangga bahwa saya datang dari sebuah masyarakat yang sangat menghargai intelektualitas seperti itu.
Yang kini kita lihat bersama adalah pelecehan intelektualitas.
Bagaimana mungkin bahwa menggambarkan ada orang Minang beragama Katolik adalah penghinaan terhadap Minang? Bagaimana mungkin menggambarkan ada orang Minang beragama Katolik adalah pelanggaran HAM?

Apakah beragama Katolik adalah sesuatu yang hina? Apakah memakan babi adalah sesuatu yang hina?

Jadi ada sebuah persoalan kekacauan logika yang mendasar di sini.
Harap dicatat, orang Minang di film itu tidak digambarkan sebagai sosok buruk dan busuk.
Bahwa jarang sekali ada orang Minang beragama Katolik, tentu benar adanya. Tapi siapa pula yang membuat peraturan bahwa orang Minang itu identik dengan Islam?
Para penggugat bahkan bukan keberatan karena orang Minang di situ digambarkan sebagai pelaku kejahatan.  Sosok Minang di situ digambarkan sebagai beragama Katolik, bukan sebagai penzinah, pembunuh, koruptor, atau politisi hitam. Lalu di mana masalahnya?
Sebagai orang Minang, saya keberatan karena apa yang dilakukan Komunitas Minang seJabodatebek itu seolah-olah menggambarkan bahwa orang Minang sedangkal itu cara berpikirnya.
Karena itu, saya berharap Multivision tidak perlu menarik film itu dari peredaran. Hanung tidak perlu minta maaf karena memang tidak ada yang perlu dimaafkan.
Dan sebagai seorang Minang yang bangga dengan keMinangan saya, yang senang bersantap di rumah makan Padang, yang sholat lima waktu, saya minta maaf atas kelancangan saudara-saudara saya yang mengajukan gugatan.

12 Juni 2013

Film Sang Kiai Itu Pesan Buat Kita Semua

Film Sang Kiai  merupakan Film terbaru Indonesia, bertabjubkan religi,  film ini banyak memberikan pesan Inspiratif Dan Meluruskan Arti Jihad  sahabat semua bisa baca kutipan dibawah ini “

  –  “Kalau denger kata Hadratussyeikh pasti inget Nahdlotul Ulama atau sering disingkat NU. NU adalah sebuah organisasi keagamaan yang didirikan pada tahun 1926 tepat setahun sebelum Persebaya Surabaya terbentuk hehehe. NU saat ini memiliki jutaan anggota yang tersebar diseluruh dunia. Kenapa saya sebut seluruh Dunia? karena NU adalah bagian dari Islam Ahlussunnah Wal Jamaah jadi siapapun dimanapun beraliran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah maka secara otomatis menjadi Nahdliyin, pernyataan saya ini sekaligus menampik bahwa NU adalah Organisasi lokal yang dianggap “hanya” organisasi lokal. Kiprah NU dimulai dari Nahdlatul Wathan yang berarti gerakan Kebangkitan Bangsa kemudian diikuti dengan terbentuknya Nahdlatut Tujjar yang artinya Kebangkitan Pedagang/Ekonomi dan dengan restu dari Syaikhona Kholil Bangkalan terbentuklah Nahdlatul Ulama yang merupakan gerakan kebangkitan Ulama untuk menangani krisis Indonesia dari berbagai dimensi.

    Pada tanggal 30 Mei 2013 merupakan hari bersejarah bagi organisasi terbesar didunia ini karena pada hari itu diputar Film yang menganggkat tokoh sentralnya yakni Hadratussyeikh Hasyim Asyari, Film ini berjudul “Sang Kiai”. Film ini diangkat dari kisah nyata perang untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

    Kemarin saya sengaja ke Bioskop Planet Holywood XXI Jakarta untuk menonton Film Sang Kiai ini. Pukul 12.15 WIB Film dimulai. Disaat pertama mulai langsung disuguhi oleh penggambaran pesantren Tebuireng yang begitu damai. Kemudian dilanjutkan dengan adegan-adegan lucu yang ditunjukan oleh santri Hamid. Santri Hamid ini sering mbolos Sholat berjamaah sehingga dihukum untuk mencium sapi, sampai disini keadaan masih tenang penuh kekeluargaan khas Pondok Pesantren. Setelah adegan lucu dilanjutkan dengan adegan romantis antara Sari dan Harun yang sama-sama nyantri di Tebuireng mereka berdua akhirnya menikah dengan adat Nahdliyin.

    Adegan menjadi mencekam ketika berita menyerahnya Belanda ke Jepang dan Jepang yang mulai melucuti tentara Belanda. Jepang dikabarkan mendekati pusat Kota Surabaya melalui berbagai arah dari barat melalui Lamongan kemudian dari Selatan melalui Jombang. Jepang disambut dengan gegap gempita karena membawa propaganda Jepang adalah saudara tua Indonesia dan menjanjikan kemerdekaan.

    Setelah beberapa lama bercokol di Indonesia Jepang mulai menunjukan gelagat tidak enak. Jepang mulai membuat aturan yang memaksa diantaranya untuk dilakukannya penghormatan kepada Dewa Matahari dan Kaisar Jepang yang sering disebut Sekerei, sontak para Ulama NU pun meradang dan menolak melakukannya. Sikap Ulama NU ini direspon Jepang dengan menangkapi mereka, pertama kali yang ditangkap adalah Kyai Mahfudz yang disiksa habis-habisan. Setelah beberapa Kiai NU ditangkap akhirnya Jepang mengetahui bahwa tokoh sentral dari NU adalah Hadratussyeikh sehingga Jepang pun mengadakan sebuah operasi Penangkapan yang akhirnya berhasil menangkapnya. Saya sempat menitikan air mata di adegan ini bagaimana tidak seorang Ulama Agung ditangkap dengan kasar oleh Jepang, sontak para santri pun mengadakan perlawanan meskipun akhirnya mereka harus kehilangan nyawa. Pasca penangkapan Kiai Hasyim, ada dua adegan yang menarik pertama adalah betapa lihainya KH Wahid Hasyim dalam berdiplomasi, didampingi KH Wahab Chasbullah yang suatu hari menjadi orang terpenting di NU, mereka berdua meyakinkan pihak Jepang bahwa menangkap Hadratussyeikh sama dengan menabuh genderang perang ke umat Islam yang saat itu berjumlah 60 juta. Tapi diplomasi itu belum juga menghasilkan sesuatu yang signifikan. Akhirnya Hadratussyeikh memilih jalan damai dan Jepang pun mulai mempertimbangkan upaya diplomasi Wahid Hasyim dan semakin masifnya tuntutan umat Islam untuk membebaskan sang kiai. Hadratussyeikh dibebaskan dan diberi amanat untuk memimpin Masyumi yang dulunya bernama MIAI yang juga dipimpin oleh KH Hasyim Asyari. adegan kedua yaitu ketika santri Harun dan Hamid yang berupaya menyelamatkan KH Hasyim Asyari dengan jalan kekerasan. Mereka berdua nekad masuk ke penjara dan berusaha menemukan sang kiai, santri Hamid akhirnya ditembak karena mengaku sebagai santri Tebuireng dan Santri Harun berhasil menyelamatkan diri.

    Setelah KH Hasyim Asyari bebas tidak berarti masalah selesai, justru disini insting pejuang KH Hasyim Asyari ditunjukan. Dengan strategi memilih jalan damai tersebut KH Hasyim Asyari dituduh melakukan pengkhianatan terhadap bangsa karena bekerja di departemen agama Jepang. Jepang meminta Masyumi melakukan propaganda agama untuk melipatgandakan hasil pertanian dengan menyitir dalil-dalil agama karena saat itu Umat Islam hanya patuh pada fatwa kiai. Hasil pertanian dipaksa disetor ke Jepang bahkan mengakibatkan seorang kiai asal Jakarta yang bernama KH Zaenal Muftofa harus dihukum penggal oleh Jepang karena melawan saat akan diminta hasil pertaniannya oleh Jepang. Tuduhan kepada KH Hasyim Asyari semakin menjadi-jadi ketika KH Hasyim Asyari menyetujui pembentukan Hizbullah yang akan dilatih militer oleh Jepang.

    Berita tentang menyerahnya Jepang ke Sekutu terdengar seantero dunia. Indonesia mengambil kesempatan untuk memproklamirkan diri sebagai bangsa yang merdeka. Namun Sekutu belum mengakuinya, mereka datang untuk melucuti Hizbullah. Hizbullah meradang utusan bung karno datang ke Hadratussyeikh untuk meminta fatwa membela tanah air dan Hadratussyeikh Hasyim Asyari mengatakan “Membela tanah air adalah Fardlu a’in”. Hadratussyeikh mengundang seluruh kiai Jawa Madura untuk rapat di kantor GP Anshor untuk merumuskan Resolusi Jihad. Resolusi Jihad berisi seruan Jihad untuk menentang penjajahan bagi setiap mukallaf di Indonesia yang beradius 80 KM dari Kota Surabaya wajib mengangkat senjata untuk mengusir penjajah.

    Resolusi Jihad segara menyebar dengan cepat dan seluruh laskar Hizbullah hasil didikan Jepang pun bersiap mengangkat senjata. Perang pecah dengan pekikan Allahuakbar Allahuakbar dari microfon Bung Tomo membuat para pemuda yang tergabung dalam Hizbullah sangat bersemangat menggempur Sekutu dengan Senjata hasil rampasan dari Tentara Jepang. Banyak korban berjatuhan baik dari Sekutu maupun Indonesia, Sekutu mengambil taktik mempengaruhi Pejabat Jakarta untuk membuat perjanjian Gencatan Senjata. Gencatan Senjata ini ditolak mentah-mentah oleh Hizbullah dan puncaknya Jenderal AWS Mallaby tewas ditangan pejuang.

    Belanda semakin mengintensifkan serangan sampai ke Tebuireng, Mbah Hasyim mendengar berita itu lalu berucap “Masya Allah, Masya Allah” dan itulah kalimat terakhir yang diucapkan oleh Hadratussyeikh Hasyim Asyari, beliau meninggal dunia. Seluruh umat Islam Indonesia bersedih tapi pejuang Hizbullah tetap gigih melawan Sekutu dan akhirnya Sekutu angkat kaki dari Indonesia dan mengakui kedaulatan Indonesia.

    Sumber : http://fakhruddin.my.id/2013/06/sang-kiai/