25 Agustus 2009

KILAS IPTEK


Selasa, 25 Agustus 2009 | 04:59 WIB

Discovery Bersiap Diluncurkan Hari Ini

Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA) memberi lampu hijau untuk melanjutkan peluncuran pesawat ulang alik Discovery, Selasa, menuju stasiun luar angkasa internasional, membawa 7 kru. Pejabat resmi misi itu menyatakan, mereka tidak melihat ada hambatan teknis untuk menerbangkan pesawat itu pada 25 Agustus, pukul 01.36 AM (05.36 GMT), dari pusat ruang angkasa Kennedy, di Cape Canaveral, Florida. Menurut meteorolog Kathy Winters, Senin (24/8) di Florida, kondisi cuaca diperkirakan baik saat peluncuran, tetapi masih ada risiko angin topan, guntur, dan petir jarak 8 kilometer dari landasan peluncuran tempat pesawat ulang alik diisi hampir 2 juta liter cairan hidrogen dan oksigen. ”Kondisi cuaca merupakan tantangan dalam pengisian tangki bahan bakar, ” kata Mike Moses. Pesawat itu membawa perlengkapan antara lain ruang tidur baru, mesin pembeku, makanan, dan mengangkut astronot AS, Nicole Stott.

Flu A-H1N1 Tak Terpengaruh Iklim

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, virus influenza A-H1N1 telah menginfeksi manusia dari banyak negara dengan beragam suhu udara. Hal ini terungkap dari laporan kumulatif angka kasus dan kematian karena flu A-H1N1 dari beberapa negara di seluruh dunia. Sejauh ini tercatat lebih dari 182.000 kasus infeksi flu A-H1N1 dan hampir 1.800 orang meninggal dari 177 negara di dunia. Dr SJ Habayeb, wakil WHO di India, menyatakan di New Delhi, Senin (24/8), virus H1N1 tidak berhubungan dengan iklim. ”Kasus flu A-H1N1 dilaporkan dari negara-negara dengan suhu udara dingin dan panas,” ujarnya. Sebagai contoh, kasus infeksi virus itu dilaporkan dari Texas, New York, dan California dengan suhu udara bervariasi. Menurut Direktur Pengendalian Penyakit Menular WHO Jai P Narain, infeksi virus itu bergantung pada kekebalan tubuh seseorang.

”Jurassic Park” Angola Terbuka

Angola selama ini dikenal karena minyak dan berliannya terbaik. Namun, para pemburu dinosaurus menyatakan, negara itu memiliki ”museum di bawah tanah” fosil langka—beberapa di antaranya muncul ke permukaan-menunggu untuk ditemukan. ”Angola merupakan bagian final paleontologi,” kata Louis Jacobs dari Southern Methodist University di Dallas, Texas, akhir pekan lalu di Dallas yang merupakan bagian dari proyek Paleo Angola yang memburu fosil dinosaurus. Di banyak area, ada banyak fosil benar-benar terlihat di bebatuan layaknya sebuah museum di bawah tanah. Laporan pertama tentang dinosaurus di Angola dibuat tahun 1960-an, tetapi perang berdarah melawan Portugis diikuti tiga dekade perang sipil menyebabkan tidak ada wilayah untuk peneliti. Setelah tercapai perdamaian tahun 2002, daerah itu terbuka bagi para pemburu fosil. Temuan terbesar terjadi tahun 2005 ketika Octavio Mateus dari Universitas New Lisbon menemukan 5 tulang dari lengan kiri depan dinosaurus sauropod di Iembe, yang dianggap sebagai temuan awal dari fosil di kawasan itu. (AFP/EVY)

EKONOMI KERAKYATAN; Asin Pahitnya Garam Rakyat


Parmin (50, kanan), buruh tani garam asal Desa Sambiyan, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, memikul garam dan Yasir (65) mengeruk tumpukan garam, Senin (24/8). Kualitas garam rakyat yang lebih rendah ketimbang kualitas garam impor menyebabkan terancamnya garam rakyat.

Yasir (65) tersenyum melihat butir-butir garam beralas pasir mulai mengkristal. Hari itu ia sedang rehat di pondok tepi tambak di Desa Banyudono, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Sehari lagi air tambak akan mengering dan menjadi garam. Kalau garam itu bersih, harganya Rp 300 per kilogram. Namun, kalau ada kotor atau berwarna putih kecoklatan, hanya Rp 235 per kilogram,” kata Yasir.

Yasir bukan penduduk asli Banyudono. Ia buruh tani garam asal Desa Tamansari, Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Demi ”kristal” Rp 235-Rp 300 per kilogram, setiap hari ia menempuh jarak sekitar 36 kilometer dari rumah menuju lahan tambak di Desa Banyudono.

Setiap minggu, Yasir memanen 10 ton garam; 5 ton garam menjadi haknya, sedangkan sisanya untuk pemilik tambak.

Lantaran kerap dibantu Maskuri (30), anaknya, Yasir memberikan 2 ton garam kepada Maskuri. ”Dalam seminggu, saya memperoleh Rp 705.000. Saya mempergunakan uang itu untuk menghidupi keluarga, membayar utang, dan menyekolahkan anak-anak,” ujar ayah empat anak itu.

Demikian halnya Parmin (50), buruh tani garam Desa Sambiyan, Kecamatan Kaliori. Ayah tiga anak itu memperoleh penghasilan dari menjual 3 ton ”kristal” tersebut senilai Rp 822.500 per minggu.

Bagi Joko Hartoyo (31), petani garam di Desa Kedung, Kecamatan Kedung, Jepara, garam bisa dirasakan pahit, tetapi juga manis. ”Pahit jika harganya anjlok. Sebaliknya berubah manis ketika harga berubah tinggi,” tutur Joko.

Ayah dua anak yang masih berumur lima tahun dan dua tahun ini sejak lima tahun terakhir menekuni usaha garam curah atau lebih populer disebut garam rakyat.

Setiap tahun, saat cuaca panas, musim garam bisa berlangsung selama tiga bulan. ”Minimal bisa menghasilkan 75-150 ton garam curah. Jika harga garam rakyat seperti sekarang ini, yaitu Rp 22.000 per kuintal atau Rp 220 per kilogram, lumayan untungnya,” ujar Joko.

Di Jawa Tengah, konsentrasi lahan garam berada di Kabupaten Rembang, Pati, Jepara, dan Demak. Wilayah terluas berada di Rembang.

Di Rembang terdapat 781 pemilik lahan garam dan 4.739 buruh tani garam yang mengerjakan lahan seluas 1.185 hektar. Kapasitas produksi garam krosok (garam kasar untuk industri) mencapai 100.000 ton per tahun.

Menurut catatan PT Garam di Madura—seperti dikutip Dini Purbani dari Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumber Daya Nonhayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan—walau merupakan negara kepulauan, pusat pembuatan garam di Tanah Air ternyata hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Pulau Madura. Di Pulau Jawa, luas lahan garam 10.231 hektar dan terluas di Pulau Madura, yaitu 15.347 hektar. Secara rinci, Jawa Barat memiliki 1.159 hektar lahan garam, Jawa Tengah 2.168 hektar, dan Jawa Timur (di luar Pulau Madura) 6.904 hektar.

Panen lebih awal

Sebagian besar petani dan buruh tani garam di pesisir Jawa Tengah itu menyebut garam sebagai ”kristal” sing nguripi atau yang menghidupi keluarga. Artinya, garam mampu menggerakkan roda perekonomian mereka. Tidak mengherankan jika mereka memanen garam dalam hitungan standar minimal panen, 4-5 hari.

Padahal, untuk mendapatkan kandungan natrium klorida (NaCl) yang bagus, petani harus memanen garam pada hari ke-15 hingga 20. Hal itu membuat kualitas garam rakyat atau tradisional kalah dari kualitas garam impor.

Seperti di Rembang, produksi garam rakyat di Jepara dan Demak relatif sama, yaitu masih berupa garam rakyat dengan kualitas kurang baik bila dibandingkan dengan Rembang dan Pati. Juga, sama-sama belum memiliki perusahaan garam beryodium sehingga nilai jualnya rendah.

Berbagai upaya sebetulnya telah dilakukan pemerintah setempat untuk memperbaiki mutu garam rakyat.

Menurut Joko, sekitar tiga tahun lalu Pemerintah Kabupaten Jepara membangun satu unit mesin pemroses garam rakyat menjadi garam briket. Upaya lainnya termasuk mendirikan koperasi, mewajibkan pegawai negeri membeli garam rakyat, hingga memberi dana talangan. ”Semuanya hanya berjalan sesaat, akhirnya kandas sama sekali,” tutur Joko.

Kepala Subbidang Sosial dan Budaya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Rembang Imam Teguh Susatyo mengatakan, sebelum 2006, masyarakat Rembang, terutama dari golongan miskin, tak mampu membedakan garam konsumsi dan garam krosok. Selisih harga yang cukup mencolok membuat keluarga miskin memilih membeli garam krosok untuk konsumsi sehari-hari.

Padahal, garam krosok merupakan garam kotor yang mengandung kalium iodida (KI03) di bawah Standar Nasional Indonesia, 30 part per million (ppm). Garam itu berfungsi untuk mengawetkan dan mengasinkan ikan, serta salah satu bahan campuran pakan ternak.

”Pedagang harus menandai wadah garam itu dengan tulisan ’garam pakan ternak’. Ini pesan bahwa setiap pembeli garam krosok sama dengan ternak,” kata Teguh.

Teguh menambahkan, pemerintah pun melarang peredaran garam konsumsi di bawah standar. Puluhan merek garam konsumsi di bawah standar telah dilarang beredar dan kini tinggal empat merek yang bertahan.

Namun, Kepala Bagian Produksi UD Apel Merah Djono meminta pemerintah tidak sekadar mengawasi dan melarang peredaran garam tidak beryodium atau beryodium rendah. Pemerintah perlu membuat terobosan baru melalui teknologi terapan untuk meningkatkan kualitas garam rakyat.

Impor garam yang telah berlangsung sejak 1997 hingga saat ini diperkirakan masih akan terus berlangsung.

Luas tambak garam nasional yang pernah mencapai 25.000 hektar (akhir 1997) tidak beranjak meluas secara signifikan, bahkan kemungkinan besar menyusut karena alih fungsi lahan.

Produksi rata-rata per tahun juga tak lagi mencapai 1.790.000 ton pada 1997, bahkan merosot di bawah 1 juta ton per tahun. Inilah ironi bagi negara dengan garis pantai 95.181 kilometer, terpanjang keempat di dunia.

Oleh Hendriyo Widi dan Suprapto, Selasa, 25 Agustus 2009 | 03:13 WIB

Kisah Ekspansi Saudara Tua

Pengusaha India ramai-ramai melirik Indonesia. dengan pertumbuhan nomor dua didunia, negeri itu sibuk mencari ceruk baru. Nilai investasinya masih rendah.

JAMUAN makan malam di Hotel Four Seasons, Jakarta Pusat, itu bernuansa India. Diawali lagu yang dinyanyikan para murid Gandhi Memorial International School, Biren Nanda, Duta Besar India untuk Indonesia, menyambut Jyotiraditya M. Scindia, Menteri Perdagangan dan Industri India. Jyotiraditya ditemani belasan pemimpin perusahaan yang tergabung dalam Konfe derasi Industri India.

Pada Jumat tiga pekan lalu, Jyotiraditya bersama delegasi pengusaha itu punya agenda penting. Mereka tengah mencari ceruk bisnis di Indonesia yang bisa dimasuki pengusaha India. Salah satunya dengan menggelar Made in India Trade Fair selama empat hari di Balai Kartini, Jakarta. Ekshibisi ini untuk mempromosikan produk industri dan perdagangan negeri itu.

Kedatangan mereka, kata Nanda, untuk meningkatkan volume perdagangan yang selama lima tahun terakhir melonjak dua kali lipat. ”Tidak hanya meningkatkan, tapi juga menganekaragamkan produk perdagangan, serta bentuk investasi di antara kedua negara,” katanya. Pada 2003, total perdagangan India-Indonesia masih US$ 2,4 miliar, sedangkan tahun lalu sudah menembus US$ 10,06 miliar.

Itu sebabnya misi tadi diawali pertemuan antara delegasi pengusaha India dan Menteri Perindustrian Fahmi Idris sehari sebelumnya. ”Kami mencari sektor yang berpotensi tumbuh,” kata Rajive Kaul, Chairman Nicco Corporation Ltd., yang menjadi pemimpin delegasi. Yang mereka incar proyek pembangkit listrik, teknologi informasi, tekstil dan mesin tekstil, serta baja.

Tekstil, kata Fahmi Idris, dipilih karena Indonesia tidak mampu membuat mesin di sektor itu. ”Itu kelemahan kita, terlebih setelah satu-satunya pabrik pembuat mesin tekstil Texmaco tutup,” katanya. Untuk memenuhi kebutuhan mesin, pabrik tekstil Indonesia selama ini harus mengimpor. Karena itu, delegasi India berikhtiar menjalankan program restrukturisasi mesin tekstil. Lakshmi Machine Works Ltd., perusahaan mesin tekstil terbesar di dunia asal India, akan datang menjajaki kerja sama.

Kendala serupa terjadi di sektor pembangkit. Indonesia, kata Fahmi, belum mampu memproduksi turbin berskala besar. Padahal alat ini menjadi perlengkapan dasar instalasi pembangkit. Produsen domestik baru bisa membuat turbin dua megawatt. Padahal, untuk proyek 10 ribu megawatt, Indonesia memerlukan turbin berkapasitas 7-100 megawatt. India punya kemampuan membuat turbin 35-55 megawatt.

Fahmi lalu mengundang delegasi India untuk membuat pabrik turbin di sini. Apalagi pemerintah berencana membuat proyek pembangkit listrik tahap ketiga untuk memenuhi tambahan kebutuhan pada 2015 sekitar 20 ribu megawatt. Salah satu yang berminat adalah Bharat Heavy Electricals Li mited (BHEL). ”Kami siap berkompetisi dengan per usahaan pembangkit listrik dari Cina,” kata Manajer International Operations BHEL Ltd. Sanjay Kumar Gupta. Menurut dia, Bharat sanggup menawarkan harga yang kompetitif.

Di Indonesia, Bharat bukan pemain kemarin sore. Perusahaan itu telah menggarap sejumlah proyek pembangkit untuk beberapa perusahaan, seperti PT Adaro, PT Kaltim Prima Coal, dan PT Indo Bharat Rayon. Di India, Bharat sanggup membuat pembangkit listrik hingga kapasitas 15 ribu megawatt.

Untuk mewujudkan sederet kerja sama tadi, pengusaha India dan Indonesia akan membentuk komite gabungan pengusaha Indonesia dan India. Tujuh pengusaha—salah satunya Sri Prakash Lohia, pendiri PT Indo-Rama dan Ketua Kadin Komite India—akan duduk sebagai perwakilan Indonesia. Lohia adalah ipar Lakshmi Mittal, raja baja dunia. Nama pengusaha lain akan ditentukan Lohia sebelum akhir bulan ini.

Forum gabungan CEO tadi, kata Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia M.S. Hidayat, akan memilih proyek-proyek yang dianggap potensial untuk kerja sama. Mereka juga akan membicarakan kemungkinan pengambilalihan PT Texmaco, perusahaan mesin tekstil yang dulunya milik Marimutu Sinivasan. ”Kami lagi berpikir, kenapa Texmaco tidak diambil alih,” kata Hidayat.

lll

HUBUNGAN Nusantara dan India, kata Biren Nanda, sesungguhnya sudah terjalin sejak awal Masehi. Hubungan diplomatik Indonesia-India resmi dibuka pada 1951. Pada 1970-an, para pengusaha India mulai marak menanam pundi-pundinya di sini. Nilai investasi India selama periode itu ditaksir US$ 1-1,5 miliar.

Salah satunya PT Ispat Indo, yang didirikan Lakshmi Mittal di Sidoarjo, Jawa Timur, pada 1976. Pada usia 26 ta hun, Lakshmi menyulap 16,5 hektare sawah menjadi pabrik baja. Dari semula mempekerjakan 200 orang, Ispat Indo kini memiliki 760 pegawai tetap dan 500 tenaga kontrak. Kapasitas produksi terpasangnya semula 60 ribu ton per tahun, kini melewati 700 ribu ton per tahun.

Pada tahun yang sama, M.L. Lohia bersama anaknya, Sri Prakash Lohia, mendirikan PT Indo-Rama Synthetics. Berkat Sri Prakash Lohia, Grup Indo-Rama kian menggurita. Produknya meliputi poliester, PET resin, polyethylene, polypropylene, hingga sarung tangan medis. Pabriknya bertebaran di sepuluh negara di empat benua. Bajaj juga mulai masuk ke Indonesia pada 1975.

Namun, setelah era 1980-an, serbuan pengusaha India seperti mati suri. Baru pada 1997, Essar Group, perusahaan yang didirikan adik-kakak Shri Shashi Ruia dan Shri Ravi Ruia pada 1969, membangun pabrik di sini. PT Essar Indonesia kini produsen lembaran baja canai dingin (cold rolled steel) terbesar di Indonesia. Dengan kapasitas 400 ribu ton per tahun, Essar menguasai 35 persen pasar domestik.

Perusahaan India kembali marak membidik Indonesia pada 2000-an. Terutama setelah kedua negara meneken perjanjian proteksi dan promosi investasi pada 2004. Bharat Heavy Electricals Limited, misalnya, memperoleh kontrak pembangunan pembangkit listrik 120 megawatt pada Juli 2005 untuk keperluan PT Merak Energi Group.

Dua tahun lalu, Tata Power, anak perusahaan Tata Group, membeli 30 persen saham PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin—keduanya anak usaha Bumi Resources—US$ 1,3 miliar. Dari kesepakatan itu, plus pembelian 10 juta ton batu bara per tahun dari Kaltim Prima, Tata punya pasokan untuk pembangkit listrik 7.000 megawatt, yang dibangunnya di pantai barat India.

Pada tahun yang sama, Ispat Steel Ltd., produsen baja di bawah Global Steel Holding Co., berencana menanam fulus US$ 1,5 miliar. Niat itu diutarakan Vinod Mittal, adik Lakshmi Mittal, saat Wakil Presiden Jusuf Kalla berkunjung ke Dolvi Complex, kawasan industri di Mumbai, India.

Ispat ingin membangun pabrik terpadu di Indonesia, dilengkapi dermaga, dengan kapasitas produksi dua juta ton per tahun. Luas lahan yang diperlukan sekitar 1.214 hektare. Daerah yang ditawarkan kepada Vinod antara lain Kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kota Baru. Rencana itu kini tak terdengar lagi.

Sepanjang tahun lalu, pengusaha India tetap wira-wiri ke Indonesia. Nalco —perusahaan aluminium pelat merah India—meneken kesepakatan awal dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Nalco berikhtiar membangun peleburan aluminium dan pembangkit listrik. Nalco siap menguras dana US$ 7,61 miliar. Proyek ini, kata Direktur Keuangan Nalco B.L. Bagra, akan rampung lima tahun setelah kesepakatan diteken.

Adapun Reliance Power Ltd. mengaku meneken kesepakatan membeli saham tiga perusahaan batu bara di Indonesia. Pasokan batu bara dibutuhkan karena anak usaha Anil Dhirubhai Ambani Group itu tengah membangun pembangkit senilai US$ 3 miliar.

Langkah itu diikuti National Thermal Power Corp Ltd. dan Power Trading Corp.—keduanya produsen listrik pelat merah. Demi mengamankan pasokan, National Thermal siap mencaplok perusahaan batu bara yang punya konsesi dengan cadangan 300 juta ton. ”Kami tidak boleh lagi bergantung pada spot market,” kata R.S. Sharma, Chairman National Thermal.

Pasokan dibutuhkan karena National Thermal, yang mengkonsumsi seperempat produksi batu bara India, punya pembangkit berkapasitas 29.144 megawatt. Perusahaan itu berencana memompa kapasitas 22.430 megawatt pada 2012, dan 75 ribu megawatt pada 2017.

Tak cuma di pertambangan, per usa haan India agresif di industri serat ray on. Aditya Birla Group, konglomerasi asal India, menyuntikkan US$ 60 juta untuk merampungkan penambahan lini produksi keenam di Purwakarta, Jawa Barat. Pendapatan Aditya Birla ditopang lima anak usahanya, yakni Indo Bharat Rayon, PT Elegant Textiles Industry, PT Indo Liberty Textiles, PT Sunrise Bumi Textiles, dan PT Indo Raya Kimia. Dua tahun lalu, kelimanya menyumbangkan pendapatan buat Aditya lebih dari US$ 600 juta.

Yang hangat jadi perdebatan seru tentu saja niat Lakshmi Mittal ketika tahun lalu hendak membeli Krakatau Steel. Ia siap merogoh dana US$ 3 miliar. Tapi rencananya berantakan setelah Krakatau menolak diakuisisi.

Meski punya setumpuk rencana, nilai investasi perusahaan India—antara yang disetujui dan direalisasi—masih tergolong rendah. Dari nilai investasi US$ 4,5 miliar yang disetujui dari 2004 hingga Februari 2009, realisasinya hanya US$ 157,7 juta. Menurut M. Lutfi, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, rendahnya realisasi itu karena perusahaan India kebanyakan main di sektor hulu, seperti pertambangan. ”Di sektor seperti itu butuh waktu lama antara rencana dan realisasi,” katanya.

Dan India sekarang, kata Lutfi, tidak bisa dibandingkan dengan India yang dulu. ”India tiga lima tahun lalu saat mengajukan izin investasi belum sehebat India yang sekarang,” katanya. Apalagi bila dibandingkan dengan India 20-30 tahun lalu. Perubahan itu se iring dengan pergeseran arus modal global. ”India sekarang sudah menjadi salah satu pemain utama dunia,” katanya. Itu sebabnya, ia percaya, India serius berinvestasi di Indonesia.

Hidayat juga yakin Indonesia akan menjadi pilihan utama ekspansi India. Terlebih lagi, kerja sama itu dijalin atas dasar pertumbuhan ekonomi yang sama-sama positif. Pertumbuhan Indonesia kuartal kedua tahun ini 4,1 persen. Sedangkan pertumbuhan India nomor dua setelah Cina. Rajive Kaul percaya lima tahun ke depan total perdagangan kedua negara bisa naik dua kali lipat hingga US$ 20 miliar.

Yandhrie Arvian, R.R. Ariyani

Realisasi Investasi Asing Januari 2004-Februari 2009

Negara (jumlah proyek)
# Singapura (579)
# Negara gabungan (857)
# Mauritius (39)
# Jepang (627)
# Inggris (227)
# Belanda (159)
# Malaysia (231)
# Hong Kong (78)
# Seychelles (11)
# Taiwan (156)
# Amerika Serikat (169)
# Australia (137)
# Prancis (77)
# Swiss (38)
# Jerman (94)
# Cina (84)
# Brasil (3)
# India (75)
# Panama (8)

Realisasi Investasi India

*Jumlah proyek (US$ ribu)
2004 (12)* 36.655,02
2005 (10) 2.813,88
2006 (14) 88.309,78
2007 (17) 11.609,11
2008 (20) 17.799,72
Feb 2009 (2) 595,00

Realisasi Investasi India per Sektor

Sektor (jumlah proyek)
Industri tekstil (6)40.300,20
Kimia dan obat-obatan (1)928,88
Logam, mesin, dan industri elektronik (3)86.725,00
Kendaraan bermotor dan perlengkapan transportasi (2)11.983,94
Industri lain (2)2.839,50
Perdagangan dan reparasi (58)13.164,99
Servis lain (3)1.840,00

Penyerapan Tenaga Kerja Jan 04 – Feb 09

Total penyeparan (realisasi) 3.651
Tenaga kerja asing (persetujuan) 108
Tenaga kerja domestik (persetujuan) 13.831

Sumber: BKPM

Kisah Ekspansi Saudara Tua

Pengusaha India ramai-ramai melirik Indonesia. Dengan pertumbuhan nomor dua di dunia, negeri itu sibuk mencari ceruk baru. Nilai investasinya masih rendah.

JAMUAN makan malam di Hotel Four Seasons, Jakarta Pusat, itu bernuansa India. Diawali lagu yang dinyanyikan para murid Gandhi Memorial International School, Biren Nanda, Duta Besar India untuk Indonesia, menyambut Jyotiraditya M. Scindia, Menteri Perdagangan dan Industri India. Jyotiraditya ditemani belasan pemimpin perusahaan yang tergabung dalam Konfe derasi Industri India.

Pada Jumat tiga pekan lalu, Jyotiraditya bersama delegasi pengusaha itu punya agenda penting. Mereka tengah mencari ceruk bisnis di Indonesia yang bisa dimasuki pengusaha India. Salah satunya dengan menggelar Made in India Trade Fair selama empat hari di Balai Kartini, Jakarta. Ekshibisi ini untuk mempromosikan produk industri dan perdagangan negeri itu.

Kedatangan mereka, kata Nanda, untuk meningkatkan volume perdagangan yang selama lima tahun terakhir melonjak dua kali lipat. ”Tidak hanya meningkatkan, tapi juga menganekaragamkan produk perdagangan, serta bentuk investasi di antara kedua negara,” katanya. Pada 2003, total perdagangan India-Indonesia masih US$ 2,4 miliar, sedangkan tahun lalu sudah menembus US$ 10,06 miliar.

Itu sebabnya misi tadi diawali pertemuan antara delegasi pengusaha India dan Menteri Perindustrian Fahmi Idris sehari sebelumnya. ”Kami mencari sektor yang berpotensi tumbuh,” kata Rajive Kaul, Chairman Nicco Corporation Ltd., yang menjadi pemimpin delegasi. Yang mereka incar proyek pembangkit listrik, teknologi informasi, tekstil dan mesin tekstil, serta baja.

Tekstil, kata Fahmi Idris, dipilih karena Indonesia tidak mampu membuat mesin di sektor itu. ”Itu kelemahan kita, terlebih setelah satu-satunya pabrik pembuat mesin tekstil Texmaco tutup,” katanya. Untuk memenuhi kebutuhan mesin, pabrik tekstil Indonesia selama ini harus mengimpor. Karena itu, delegasi India berikhtiar menjalankan program restrukturisasi mesin tekstil. Lakshmi Machine Works Ltd., perusahaan mesin tekstil terbesar di dunia asal India, akan datang menjajaki kerja sama.

Kendala serupa terjadi di sektor pembangkit. Indonesia, kata Fahmi, belum mampu memproduksi turbin berskala besar. Padahal alat ini menjadi perlengkapan dasar instalasi pembangkit. Produsen domestik baru bisa membuat turbin dua megawatt. Padahal, untuk proyek 10 ribu megawatt, Indonesia memerlukan turbin berkapasitas 7-100 megawatt. India punya kemampuan membuat turbin 35-55 megawatt.

Fahmi lalu mengundang delegasi India untuk membuat pabrik turbin di sini. Apalagi pemerintah berencana membuat proyek pembangkit listrik tahap ketiga untuk memenuhi tambahan kebutuhan pada 2015 sekitar 20 ribu megawatt. Salah satu yang berminat adalah Bharat Heavy Electricals Li mited (BHEL). ”Kami siap berkompetisi dengan per usahaan pembangkit listrik dari Cina,” kata Manajer International Operations BHEL Ltd. Sanjay Kumar Gupta. Menurut dia, Bharat sanggup menawarkan harga yang kompetitif.

Di Indonesia, Bharat bukan pemain kemarin sore. Perusahaan itu telah menggarap sejumlah proyek pembangkit untuk beberapa perusahaan, seperti PT Adaro, PT Kaltim Prima Coal, dan PT Indo Bharat Rayon. Di India, Bharat sanggup membuat pembangkit listrik hingga kapasitas 15 ribu megawatt.

Untuk mewujudkan sederet kerja sama tadi, pengusaha India dan Indonesia akan membentuk komite gabungan pengusaha Indonesia dan India. Tujuh pengusaha—salah satunya Sri Prakash Lohia, pendiri PT Indo-Rama dan Ketua Kadin Komite India—akan duduk sebagai perwakilan Indonesia. Lohia adalah ipar Lakshmi Mittal, raja baja dunia. Nama pengusaha lain akan ditentukan Lohia sebelum akhir bulan ini.

Forum gabungan CEO tadi, kata Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia M.S. Hidayat, akan memilih proyek-proyek yang dianggap potensial untuk kerja sama. Mereka juga akan membicarakan kemungkinan pengambilalihan PT Texmaco, perusahaan mesin tekstil yang dulunya milik Marimutu Sinivasan. ”Kami lagi berpikir, kenapa Texmaco tidak diambil alih,” kata Hidayat.

lll

HUBUNGAN Nusantara dan India, kata Biren Nanda, sesungguhnya sudah terjalin sejak awal Masehi. Hubungan diplomatik Indonesia-India resmi dibuka pada 1951. Pada 1970-an, para pengusaha India mulai marak menanam pundi-pundinya di sini. Nilai investasi India selama periode itu ditaksir US$ 1-1,5 miliar.

Salah satunya PT Ispat Indo, yang didirikan Lakshmi Mittal di Sidoarjo, Jawa Timur, pada 1976. Pada usia 26 ta hun, Lakshmi menyulap 16,5 hektare sawah menjadi pabrik baja. Dari semula mempekerjakan 200 orang, Ispat Indo kini memiliki 760 pegawai tetap dan 500 tenaga kontrak. Kapasitas produksi terpasangnya semula 60 ribu ton per tahun, kini melewati 700 ribu ton per tahun.

Pada tahun yang sama, M.L. Lohia bersama anaknya, Sri Prakash Lohia, mendirikan PT Indo-Rama Synthetics. Berkat Sri Prakash Lohia, Grup Indo-Rama kian menggurita. Produknya meliputi poliester, PET resin, polyethylene, polypropylene, hingga sarung tangan medis. Pabriknya bertebaran di sepuluh negara di empat benua. Bajaj juga mulai masuk ke Indonesia pada 1975.

Namun, setelah era 1980-an, serbuan pengusaha India seperti mati suri. Baru pada 1997, Essar Group, perusahaan yang didirikan adik-kakak Shri Shashi Ruia dan Shri Ravi Ruia pada 1969, membangun pabrik di sini. PT Essar Indonesia kini produsen lembaran baja canai dingin (cold rolled steel) terbesar di Indonesia. Dengan kapasitas 400 ribu ton per tahun, Essar menguasai 35 persen pasar domestik.

Perusahaan India kembali marak membidik Indonesia pada 2000-an. Terutama setelah kedua negara meneken perjanjian proteksi dan promosi investasi pada 2004. Bharat Heavy Electricals Limited, misalnya, memperoleh kontrak pembangunan pembangkit listrik 120 megawatt pada Juli 2005 untuk keperluan PT Merak Energi Group.

Dua tahun lalu, Tata Power, anak perusahaan Tata Group, membeli 30 persen saham PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin—keduanya anak usaha Bumi Resources—US$ 1,3 miliar. Dari kesepakatan itu, plus pembelian 10 juta ton batu bara per tahun dari Kaltim Prima, Tata punya pasokan untuk pembangkit listrik 7.000 megawatt, yang dibangunnya di pantai barat India.

Pada tahun yang sama, Ispat Steel Ltd., produsen baja di bawah Global Steel Holding Co., berencana menanam fulus US$ 1,5 miliar. Niat itu diutarakan Vinod Mittal, adik Lakshmi Mittal, saat Wakil Presiden Jusuf Kalla berkunjung ke Dolvi Complex, kawasan industri di Mumbai, India.

Ispat ingin membangun pabrik terpadu di Indonesia, dilengkapi dermaga, dengan kapasitas produksi dua juta ton per tahun. Luas lahan yang diperlukan sekitar 1.214 hektare. Daerah yang ditawarkan kepada Vinod antara lain Kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kota Baru. Rencana itu kini tak terdengar lagi.

Sepanjang tahun lalu, pengusaha India tetap wira-wiri ke Indonesia. Nalco —perusahaan aluminium pelat merah India—meneken kesepakatan awal dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Nalco berikhtiar membangun peleburan aluminium dan pembangkit listrik. Nalco siap menguras dana US$ 7,61 miliar. Proyek ini, kata Direktur Keuangan Nalco B.L. Bagra, akan rampung lima tahun setelah kesepakatan diteken.

Adapun Reliance Power Ltd. mengaku meneken kesepakatan membeli saham tiga perusahaan batu bara di Indonesia. Pasokan batu bara dibutuhkan karena anak usaha Anil Dhirubhai Ambani Group itu tengah membangun pembangkit senilai US$ 3 miliar.

Langkah itu diikuti National Thermal Power Corp Ltd. dan Power Trading Corp.—keduanya produsen listrik pelat merah. Demi mengamankan pasokan, National Thermal siap mencaplok perusahaan batu bara yang punya konsesi dengan cadangan 300 juta ton. ”Kami tidak boleh lagi bergantung pada spot market,” kata R.S. Sharma, Chairman National Thermal.

Pasokan dibutuhkan karena National Thermal, yang mengkonsumsi seperempat produksi batu bara India, punya pembangkit berkapasitas 29.144 megawatt. Perusahaan itu berencana memompa kapasitas 22.430 megawatt pada 2012, dan 75 ribu megawatt pada 2017.

Tak cuma di pertambangan, per usa haan India agresif di industri serat ray on. Aditya Birla Group, konglomerasi asal India, menyuntikkan US$ 60 juta untuk merampungkan penambahan lini produksi keenam di Purwakarta, Jawa Barat. Pendapatan Aditya Birla ditopang lima anak usahanya, yakni Indo Bharat Rayon, PT Elegant Textiles Industry, PT Indo Liberty Textiles, PT Sunrise Bumi Textiles, dan PT Indo Raya Kimia. Dua tahun lalu, kelimanya menyumbangkan pendapatan buat Aditya lebih dari US$ 600 juta.

Yang hangat jadi perdebatan seru tentu saja niat Lakshmi Mittal ketika tahun lalu hendak membeli Krakatau Steel. Ia siap merogoh dana US$ 3 miliar. Tapi rencananya berantakan setelah Krakatau menolak diakuisisi.

Meski punya setumpuk rencana, nilai investasi perusahaan India—antara yang disetujui dan direalisasi—masih tergolong rendah. Dari nilai investasi US$ 4,5 miliar yang disetujui dari 2004 hingga Februari 2009, realisasinya hanya US$ 157,7 juta. Menurut M. Lutfi, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, rendahnya realisasi itu karena perusahaan India kebanyakan main di sektor hulu, seperti pertambangan. ”Di sektor seperti itu butuh waktu lama antara rencana dan realisasi,” katanya.

Dan India sekarang, kata Lutfi, tidak bisa dibandingkan dengan India yang dulu. ”India tiga lima tahun lalu saat mengajukan izin investasi belum sehebat India yang sekarang,” katanya. Apalagi bila dibandingkan dengan India 20-30 tahun lalu. Perubahan itu se iring dengan pergeseran arus modal global. ”India sekarang sudah menjadi salah satu pemain utama dunia,” katanya. Itu sebabnya, ia percaya, India serius berinvestasi di Indonesia.

Hidayat juga yakin Indonesia akan menjadi pilihan utama ekspansi India. Terlebih lagi, kerja sama itu dijalin atas dasar pertumbuhan ekonomi yang sama-sama positif. Pertumbuhan Indonesia kuartal kedua tahun ini 4,1 persen. Sedangkan pertumbuhan India nomor dua setelah Cina. Rajive Kaul percaya lima tahun ke depan total perdagangan kedua negara bisa naik dua kali lipat hingga US$ 20 miliar.

Yandhrie Arvian, R.R. Ariyani

Realisasi Investasi Asing Januari 2004-Februari 2009

Negara (jumlah proyek)
# Singapura (579)
# Negara gabungan (857)
# Mauritius (39)
# Jepang (627)
# Inggris (227)
# Belanda (159)
# Malaysia (231)
# Hong Kong (78)
# Seychelles (11)
# Taiwan (156)
# Amerika Serikat (169)
# Australia (137)
# Prancis (77)
# Swiss (38)
# Jerman (94)
# Cina (84)
# Brasil (3)
# India (75)
# Panama (8)

Realisasi Investasi India

*Jumlah proyek (US$ ribu)
2004 (12)* 36.655,02
2005 (10) 2.813,88
2006 (14) 88.309,78
2007 (17) 11.609,11
2008 (20) 17.799,72
Feb 2009 (2) 595,00

Realisasi Investasi India per Sektor

Sektor (jumlah proyek)
Industri tekstil (6)40.300,20
Kimia dan obat-obatan (1)928,88
Logam, mesin, dan industri elektronik (3)86.725,00
Kendaraan bermotor dan perlengkapan transportasi (2)11.983,94
Industri lain (2)2.839,50
Perdagangan dan reparasi (58)13.164,99
Servis lain (3)1.840,00

Penyerapan Tenaga Kerja Jan 04 – Feb 09

Total penyeparan (realisasi) 3.651
Tenaga kerja asing (persetujuan) 108
Tenaga kerja domestik (persetujuan) 13.831

Sumber: BKPM

Melawan Ritual Bom Bunuh Diri

Fenomena bom bunuh diri seperti di Hotel Marriott dan Ritz-Carlton bukan teknik baru dalam aksi teroris di Indonesia. Sejak serangan pertama, bom Bali I tahun 2002, strategi ini terus digunakan.

Bagi kelompok teroris ini, kematian bukan sesuatu yang dihindari, justru dicari. Pertanyaannya, bagaimana melawan terorisme bila kematian sudah menjadi tujuan? Mampukah represi fisik dan strategi militer menaklukkan terorisme?

Dari Iran ke Indonesia

Pakar politik Islam seperti Rola El Husseini dan Gilles Keppel mengatakan bahwa strategi bom bunuh diri yang digunakan para Islamist saat ini dapat dirunut dari Perang Iran-Irak, 1980 hingga 1988.

Strategi bunuh diri diperkenalkan pertama kali tahun 1980 oleh kelompok paramiliter Basidji Iran melawan pasukan Irak yang didukung Barat dan Arab Saudi. Strategi ini bukan bom bunuh diri belaka, tetapi segala aksi pengorbanan diri membunuh musuh sebanyak mungkin dan melindungi kepentingan yang lebih besar. Kelompok Basidji Iran ini terdiri dari ratusan ribu sukarelawan yang siap menjadi pelaku bom bunuh diri dan pagar manusia di perbatasan Iran-Irak.

Para ulama Syiah Iran, seperti Ayatullah Ruhullah Khumaini, mengidentikkan perang melawan Irak seperti perang melawan Bani Umayyah di Padang Karbala, 680 M, ketika Hussein bin Ali dibunuh Yazid bin Mua’awiyah. Maka, kematian dalam Perang Iran-Irak setara dengan kematian Hussein, yang mereka sebut shahid al-shuhada, puncak kematian yang mulia.

Dalam keyakinan Syiah Iran, Perang Iran-Irak merupakan kesempatan mencapai kematian shahid layaknya kematian Hussein. Dengan bantuan pasukan Pasadran Iran, strategi bunuh diri diadopsi Hezbollah Lebanon.

Sejak 1990-an Hezbollah mulai melancarkan serangan bunuh diri untuk melawan pendudukan Israel di wilayah Lebanon selatan. Pada saat inilah sebagian warga Palestina yang diusir tentara Israel ke Lebanon selatan menyaksikan serangan bunuh diri yang dilakukan Hezbollah.

April 1993, warga Palestina yang dimotori Hamas mulai melancarkan serangan bunuh diri untuk melawan Israel. Serangan bunuh diri lalu populer di kalangan rakyat Palestina dan Lebanon. Fenomena bunuh diri ini lalu kian populer dan memberi inspirasi berbagai kelompok radikal Islam, khususnya alumni perang Afgan (1980-1988) yang sudah kembali ke negara masing-masing, termasuk Indonesia.

Para alumnus Afgan ini lebih mudah mengadopsi strategi bunuh diri karena pengalaman mereka dalam perang Afgan, seperti penggunaan senjata dan tingkat penguasaan keilmuan Islam yang lebih matang yang memungkinkan mereka merekrut sukarelawan bom bunuh diri. Melalui mereka, serangan bom bunuh diri muncul di Indonesia, diawali bom Bali I, 12 Oktober 2002.

Fondasi ritual

Dibandingkan dengan strategi bunuh diri kelompok lain, seperti kamikaze Jepang dan kelompok sukarelawan bunuh diri Hindu, strategi bunuh diri kelompok Islam mempunyai fondasi lebih kokoh dan bertahan lebih lama karena beberapa faktor.

Pertama, dibangun berdasar gabungan nilai-nilai agama dan humanisme, seperti surga, menegakkan kalimah Allah, dan jihad, yang disatukan dengan nilai keadilan, kesamaan, dan anti-imperialisme.

Kedua, konsep ini lahir dalam situasi perang, di mana kelompok Islam ada di pihak yang lemah dan tertindas sehingga rasionalitas dan emosi mudah untuk menerima konsep serangan bunuh diri sebagai alat untuk melawan ketidakadilan.

Ketiga, konsep ummah atau kesatuan masyarakat Islam yang memungkinkan konsep lokal menjadi global.

Keempat, pemimpin karismatik yang menyebarkan justifikasi bunuh diri tanpa mendapat resistensi subyektif dan obyektif dari individu, lalu menjadi sebuah ritual.

Maka, ritual bunuh diri bukan semata-mata fenomena politik. Ia lebih sebagai hasil proses sosial keagamaan. Karena itu, pendekatan politik dan militer harus disertai pendekatan sosial keagamaan yang dimainkan para tokoh masyarakat dan ulama.

Sudah saatnya Pemerintah Indonesia menggandeng para ulama, termasuk kelompok yang selama ini dianggap radikal, untuk melawan ideologi bunuh diri. Alasannya, mereka menguasai bahasa-bahasa agama dan humanisme sekaligus mempunyai karisma untuk menjaga umat dari pemahaman ideologi agama yang sesat dan berbahaya.

Oleh Munajat Pengasuh Ponpes Ya Qoumi STAIN Salatiga; Sedang Menempuh Program S-3 Bidang Sosiologi, Konsentrasi Political Violence and Terrorism di Texas A&M University, AS

Selasa, 25 Agustus 2009 | 02:45 WIB

Mempersoalkan Logika Oposisi

Hiruk pikuk oposisi dan koalisi semakin gencar dengan semakin dekatnya pelantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pembentukan kabinet. Yang menjadi perhatian utama tidak lain adalah posisi Golkar dan PDI-P yang, dalam pemilihan lalu, para petingginya sangat gencar mengecam visi dan kebijakan presiden petahana Susilo Bambang Yudhoyono.

Kemungkinan Golkar merapat ke kubu Yudhoyono terbuka lebar sejalan dengan besarnya peluang Aburizal Bakrie merebut posisi ketua umum Partai Golkar. Kemungkinan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meninggalkan posisi oposisi pun terbuka dengan semakin jelasnya keinginan beberapa petinggi PDI-P yang mendorong partainya merapat ke Yudhoyono.

Seiring dengan semakin tingginya kecenderungan Golkar dan PDI-P merapat ke kubu Yudhoyono, semakin banyak pula kritik terhadap kemungkinan tidak adanya oposisi yang signifikan dalam pemerintahan lima tahun mendatang.

Dasarnya adalah kekhawatiran bahwa tanpa adanya oposisi, tidak akan ada mekanisme akuntabilitas horizontal atau check and balances dalam pemerintahan. DPR hanya akan sekadar menjadi stempel pemerintah dan tidak akan ada pelaksanaan kontrol yang efektif.

Sayangnya, kondisi politik Indonesia sangat tidak memungkinkan munculnya kekuatan oposisi riil. Apalagi berdasarkan pengalaman pemilu yang lalu ketika PDI-P yang setia menjadi oposisi selama lima tahun terakhir justru menurun kinerja elektoralnya dalam pemilu legislatif 2009.

Oposisi asal kritik

Kenyataan yang ada adalah partai-partai politik kita minim tawaran dan gagasan kebijakan yang unik. Antara partai yang satu dan yang lain tidak ada perbedaan mendasar, ideologi maupun kebijakannya. Hampir semua partai menempatkan diri pada posisi yang ”aman” atau ”sentris”.

Dalam realitas politik yang demikian, ketika sebuah partai dipaksa menjadi oposisi, apa yang akan menjadi basis untuk mengkritik pemerintah dan kebijakannya? Yang terjadi justru adalah bukan oposisi kritis, tetapi malah oposisi yang ”asal” kritik.

Tanpa memiliki gagasan yang unik dan berbeda, kritik oposisi terhadap pemerintah hanya akan didasarkan pada kepentingan politik belaka. Mendorong oposisi yang dimulai pada sekadar gagasan yang ”normatif” tanpa perubahan mendasar dari karakter partai politik hanya akan memunculkan oposisi yang ”asal” kritik.

Realitas kedua adalah masih terbukanya ruang bagi partai pendukung pemerintah untuk kritis. Jika Yudhoyono serius membangun pemerintahan yang kuat, berarti ia bukan hanya berpikir untuk membangun pemerintahan yang efektif dan cepat dalam pembuatan kebijakan. Ia juga akan berpikir bagaimana membuat kualitas substansi kebijakan makin yang baik.

Untuk memperbaiki kualitas substansi kebijakan, perlu keterbukaan Yudhoyono menerima masukan dan kritik dari mitra koalisinya. Dalam konteks ini, posisi oposisi maupun koalisi menjadi tidak terlalu berbeda. Partai-partai koalisi akan diberikan ruang untuk memberikan masukan dan kritik terhadap beberapa kebijakan pemerintah. Yang membedakan antara oposisi dan koalisi hanyalah akses terhadap posisi di kabinet.

Realitas ketiga adalah adanya ruang bagi partai koalisi untuk meninggalkan koalisi. Kapan saja partai melihat pemerintah yang didukungnya sudah tidak lagi populer di mata rakyat akan sulit bagi pemerintah, dalam hal ini Yudhoyono, untuk betul-betul dapat menghalangi partai koalisi untuk meninggalkannya. Kecairan seperti ini juga yang mendorong Yudhoyono saat ini membangun koalisi sebesar-besarnya.

Dalam tiga realitas politik di atas sangat tidak logis jika sebuah partai memilih berada di luar pemerintahan apa pun kepentingannya. Jika ia berkepentingan memperoleh akses kekuasaan, atau jika ia berkepentingan menjalankan fungsi kontrol, atau jika ia punya kepentingan politik jangka panjang misalnya Pemilu 2014, semuanya dapat terakomodasi dengan menjadi mitra koalisi pemerintah.

Ancar-ancar ke depan

Untuk mendorong kontrol, tak perlu melulu lewat oposisi. Apalagi dalam konteks politik Indonesia, sangat tak logis dan kondusif bagi partai untuk menjadi oposisi. Bukan tak mungkin bahwa fungsi kontrol oposisi dilakukan dari dalam koalisi, apalagi jika pemerintah serius membangun pemerintahan yang kuat.

Membuat situasi yang kondusif untuk oposisi yang kritis harus dimulai dengan mengubah fundamen politik kita: harus ada sistem kepartaian dengan sekat dan garis ideologi yang jelas antarpartai. Tanpa sekat dan garis ideologi yang jelas di antara partai, oposisi yang muncul hanyalah oposisi yang asal bunyi ketika mengkritik pemerintah.

Satu hal yang perlu dicatat PDI-P dan Partai Golkar. Belajar dari pengalaman periode pemerintahan kemarin, menjelang pemilu 2014 partai-partai pendukung Yudhoyono akan menghadapi dilema seperti yang dihadapi Golkar kemarin.

Jika pemerintahan lima tahun ke depan berhasil, akan sangat sulit bagi Partai Golkar dan PDI-P untuk keluar dari bayang-bayang Demokrat. Jadi, bukan tidak mungkin jika Yudhoyono berhasil merangkul Golkar dan PDI-P, dan jika pemerintahannya dianggap berhasil oleh rakyat, Demokrat akan tetap menjadi partai terkuat dalam Pemilu 2014.

Sunny Tanuwidjaja Peneliti Departemen Politik dan Hubungan Internasional CSIS; Kandidat Doktor Ilmu Politik di Northern Illinois University

Selasa, 25 Agustus 2009 | 02:57 WIB

Berpacu di Jalur Bebas

Negara-negara ASEAN berharap ekonomi regional tumbuh hingga 3,8 persen. Oposisi India khawatir petani lokal kehilangan pasar.

Di India, sepanjang pekan lalu pemerintah tak henti mendapat kritik pedas. Pokok soalnya perjanjian perdagangan bebas dengan perhimpunan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) yang baru ditandatangani di Bangkok, Kamis pekan sebelumnya.

Menurut para pengkritik, perjanjian itu bakal menyengsarakan petani India. ”Petani, tulang punggung perekonomian kita, telah dikhianati,” kata Sekretaris General Samajwadi Party Amar Singh, dalam surat protesnya kepada Perdana Menteri Manmohan Singh. Petinggi partai oposisi ini kesal lantaran pemerintah berjanji membebaskan lebih dari 4.000 bea masuk atau 85 persen dari seluruh tarif mereka sebelum 2020.

Sebenarnya, dalam daftar 489 ”produk sensitif” yang bea masuknya akan dipertahankan, pemerintah India sudah menyertakan kopi, merica, karet, teh, ka pulaga, dan bumbu-bumbuan lain. Tapi beras dan minyak sawit mentah atawa crude palm oil alias CPO tidak. Ini yang membuat oposisi marah. ”Negara-negara Asia memiliki keunggulan dalam memproduksi beras, minyak sawit, dan hasil kebun lain,” tulis Amar. ”Ini akan membuat petani kita menderita.”

Toh, itu tidak menggoyahkan peme rintah. Sejak mencanangkan ”look east” awal 1991, industri negara itu amat membutuhkan pasar baru. Kerja sama dengan ASEAN membuka sekitar 550 juta pasar baru. Ditambah pasar India yang mencapai 1,1 miliar, mereka mendapatkan potensi yang jauh lebih banyak dari pasar Cina, meski digabung dengan Jepang dan Korea Selatan. Apalagi ini terjadi manakala pembicaraan mengenai pasar bebas di bawah World Trade Organization mandek antara lain karena negara maju berkeras tak mau menghilangkan subsidi pada industri agrikultur.

Peluang pasar 1,65 miliar ini pula yang dengan gembira dilirik para pemimpin ASEAN. Saat ini perdagangan India-ASEAN baru US$ 40 miliar. Dengan perjanjian ini, nilai perdagangan direncanakan meningkat menjadi US$ 50 miliar tahun depan, dan bakal terus naik. Jika itu berjalan mulus, pemerintah ASEAN berharap perekonomian regional bisa tumbuh hingga 3,6 persen.

Indonesia, khususnya, bakal diuntungkan karena India akhirnya rela memotong tarif CPO yang merupakan komoditas ekspor utama ke negeri itu. Menurut perjanjian, bea masuk CPO akan turun bertahap dari 80-an persen menjadi 37,5 persen pada 2019. Lainnya, tarif batu bara dijanjikan nol persen pada 2013. Total jenderal Indonesia akan menikmati bebas bea masuk untuk sekitar 85 persen produk, tapi hanya menghapus 46,17 persen pos ta rif hingga 2018.

”Mudah-mudahan ini bisa meningkatkan ekspor kita ke India,” kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. Selain CPO dan batu bara, selama ini Indonesia mengekspor tembaga, produk turunan minyak mentah, buah, kacang, dan karet ke India. Mari Pangestu berharap perjanjian ini membuka peluang ekspor untuk produk lain seperti daging, mete, ikan, susu, mentega, tekstil, bahkan otomotif.

Tapi India, yang tahun ini neraca perdagangannya dengan Indonesia masih minus US$ 4 miliar dari total perdagangan bilateral US$ 10 miliar, tampaknya juga akan memaksimalkan keuntungan dari perjanjian perdagangan bebas. Pada 7-10 Agustus lalu, kedutaan India di Jakarta memprakarsai pameran yang melibatkan 70 pengusaha asal negara itu.

Selama ini mereka berkonsentrasi mengekspor makanan binatang, hidrokarbon, baja, kapas, serta bahan bakar dan gas. Kini mereka mulai mengincar pasar otomotif dan komponen otomotif, perbankan, pertanian, rumah sakit, serta pariwisata. ”Bahkan kami juga melihat peluang besar di obat-obatan,” kata Duta Besar India untuk Indonesia Biren Nanda. ”Obat di India jauh lebih murah.” Nanda optimistis dalam lima tahun perdagangan kedua negara akan mencapai US$ 20 miliar.

Philipus Parera (The Economic Times, AWSJ, Bloomberg)

Perdagangan Bilateral India-Indonesia (miliar)

Ekspor India Ekspor Indonesia Total Perdagangan
2003 665,6 juta 1,74 2,40
2004 1,10 2,17 3,27
2005 1,05 2,88 3,93
2006 1,40 3,39 4,79
2007 1,61 4,94 6,55
2008 2,90 7,16 10,06

Minyak Cepu Tak Kunjung Mengucur

Produksi minyak dari Blok Cepu lagi-lagi tertunda. Pemerintah menagih janji Mobil Cepu, operator blok tersebut. Masih banyak masalah di lapangan.

API menyala-nyala, menyembur dari cerobong sumur A lapangan minyak dan gas Banyu Urip, Blok Cepu, di Kabupa ten Bojonegoro, Jawa Timur, pas 17 Agustus lalu. Kontraktor blok ini, Mobil Cepu Limited, memakai pipa tersebut untuk membuang gas ikutan—dalam proses produksi minyak—dengan cara membakar.

Sudah beberapa pekan ini, Mobil Cepu bekerja ekstra melakukan uji coba di sumur tersebut. Mereka mengetes lagi kandungan minyak di perut sumur. ”Ini pertanda bagus,” kata Field External Relations Manager Mobil Cepu Deddy Afidick. ”Nyala api dari pipa cerobong menandakan minyak di sumur itu siap dipompa.”

Pemerintah sangat mengandalkan proyek Cepu untuk mendongkrak vo lume produksi minyak nasional. Sebab, tiga tahun belakangan, lifting Indonesia tak tembus satu juta barel per hari. Tahun lalu, misalnya, cuma menghasilkan 976.778, naik tipis dibanding perolehan 2007 sebesar 960 ribu barel per hari.

Tahun ini, pemerintah memasang target 960 ribu barel per hari dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. Nyatanya, sampai 17 Agustus 2009, ra ta-rata produksi masih 950 ribu. Menteri Energi dan Sumber Daya Mi neral Purnomo Yusgiantoro pun mengumpulkan pemimpin sepuluh kontraktor kontrak kerja sama minyak dan gas terbesar, Kamis pekan lalu.

Hasilnya, lapangan dan sumur baru akan digenjot untuk menutup defisit. Misalnya dari Tangguh, Kodeco KE-38, Sukowati, dan tidak ketinggalan lapangan Banyu Urip di Blok Cepu.

Tampaknya, kondisi tahun depan tak akan berbeda. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis pekan lalu, sulit berha rap produksi minyak bisa melompati 965 ribu barel pada 2010. Pasalnya, pe nemuan sumber baru yang diharapkan mengucur deras tahun ini ternyata mo lor hingga 2010 dan 2011, termasuk dari ladang Cepu.

Vice President Public Affairs ExxonMobil Oil Indonesia, Maman Budiman, mengatakan Exxon juga ingin Cepu segera berproduksi, tapi dengan cara yang benar agar ada pendapatan dari investasi yang ditanamkan. ”Jadi bukan our interest untuk molor-molor. Kami selalu berusaha memenuhi komitmen.”

l l l

BLOK Cepu adalah wilayah kerja minyak dan gas yang dikelola Mobil Cepu. Anak perusahaan ExxonMobil Oil Indonesia itu memiliki 25 persen. Ampolex (Cepu)—juga anak usaha ExxonMobil—memegang 25 persen dan PT Pertamina (Persero) 50 persen. Ladang Cepu membentang di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur—meliputi ka wasan Blora, Bojonegoro, Tuban—se luas lebih dari seribu kilometer persegi.

Di perut bumi Cepu, diperkirakan terkandung 600 juta barel minyak dan 1,3 triliun kaki kubik gas. Cadangan itu tersebar di beberapa tempat, antara lain lapangan Kedung Tuban, Cendana, dan Banyu Urip. Di Banyu Urip saja kira-kira terdapat cadangan 250 juta barel minyak.

Pada Desember 2008, produksi perdana sempat mancur selama tiga pekan. Jumlahnya memang tak banyak, 180 barel per hari atau total sekitar 6.000 barel. Minyak diangkut menggunakan truk tangki, dikirim ke fasilitas pe nyim panan Mudi di Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban—sekitar 32 kilometer dari Banyu Urip.

Tapi produksi dihentikan lantaran fasilitas pendukung belum rampung. Misalnya fasilitas pipa penyaluran minyak, yang belum memadai. Mobil Cepu juga akan menguji coba peralatan pendukung pengeboran.

Berdasarkan rencana pengembang an lapangan atawa plan of development, proyek Cepu akan menghasilkan 165 ribu barel minyak saban hari. Mobil Cepu berjanji mengerjakannya selama tiga tahun mulai 2007, sehingga minyak akan mengucur pada 2010.

Namun skenario bergeser. Sumber Tempo mengatakan pemerintah minta Cepu online sebelum Pemilu 2009, berapa pun volume yang dihasilkan. Pemerintah beralasan, Mobil Cepu ditunjuk sebagai operator antara lain karena bisa memproduksi lebih cepat. Target beroperasi pun dirombak menjadi Desember 2008. Maka dibikinlah desain proyek mini berkapasitas 20 ribu barel per hari untuk produksi awal.

Exxon setuju dan sanggup merampungkannya selama 18 bulan. Tapi ada catatan. Perusahaan minyak dan gas asal Amerika itu meminta penundaan pembayaran bea masuk atas peralatan eksplorasi. Alasannya, proyek mini tidak ekonomis. Mereka juga meminta bantuan pembebasan lahan.

Konsep awal 165 ribu barel tetap berlanjut. Artinya, operator mesti membikin desain proyek mini dan proyek besar. ”Fasilitas atau peralatannya tentu beda,” kata sumber Tempo. Diputuskan, proyek mini akan memakai fasilitas sementara (sewa) untuk tiga tahun. Maka digelarlah proses tender. Targetnya, hasil tender disetujui Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi pada Februari 2008. Eh, target meleset sampai Mei.

Mobil Cepu juga merevisi pesanan peralatan dari Houston, Amerika Serikat. Begitu rencana berubah, nomor antrean pun bergeser ke belakang. Ndilalah, Kepala BP Migas R. Priyono menambahkan, terjadi krisis finansial global yang menyebabkan operasionalisasi kapal angkut Amerika-Indonesia mandek. Proyek Cepu kian molor lantaran badai Ike melanda Amerika, akhir 2008 hingga awal 2009. ”Pabrik-pabrik di sana terkena, rusak semua,” kata Priyono.

Akhirnya, Mobil Cepu menyampaikan komitmen baru kepada BP Migas dan Dewan Perwakilan Rakyat. Intinya, akhir Agustus minyak akan mancur. Tapi, menurut Priyono, volume produksinya cuma 5.000 barel per hari. Lifting akan meningkat bertahap menjadi 16-20 ribu barel per hari pada Oktober.

Rencananya, kata Deputi Pengendalian Operasi BP Migas Budi Indianto, Pertamina akan membeli 10 ribu barel minyak Cepu. Minyak akan dialirkan melalui pipa sepanjang 36 kilometer ke tangki penyimpanan di Mudi, Kabupa ten Tuban, Jawa Timur. Fasilitas ini milik bersama JOB Pertamina Petrochina East Java. Minyak akan dialirkan ke floating storage Cinta Natomas di lepas pantai Tuban.

PT Tri Wahana Universal—pemilik kilang mini Cepu—akan menyerap 6.000. Sisanya, 4.000 barel per hari, ditawarkan kepada Pertamina. Pemerintah berharap perusahaan minyak dan gas pelat merah itu bisa menjadi off-taker, pengambil alih, supaya produksi mini optimum.

”Ada kemungkinan saya titipkan ke Pertamina,” Direktur Jenderal Minyak dan Gas Departemen Energi Evita Legowo menambahkan. Tapi seorang sumber berbisik, belum ada satu pun perjanjian jual-beli di antara mereka yang diteken. Padahal draf kontrak telah disiapkan sejak akhir tahun lalu.

Konon, Pertamina menolak fasilitas produksi awal yang cuma 5.000 barel per hari. Perusahaan yang seratus persen sahamnya dikuasai negara ini mempertanyakan infrastruktur berkapasitas 20 ribu barel yang dijanjikan.

Sumber lain mengatakan peralatan berkapasitas 5.000 ”terpaksa” dipasang sementara sambil menunggu proyek 20 ribu rampung. Ini untuk memenuhi target mancur akhir Agustus. Pertimbang annya, fasilitas kilang milik Tri Wahana Universal juga akan kelar pada September. Peralatan supermini ini telah selesai dirangkai dan disertifikasi. Pada 16 Agustus lalu dilakukan pressure up.

Di Tuban, persoalan lahan mengganjal. Misalnya izin pembangunan pipa Banyu Urip-Mudi. Bupati Tuban sampai mengirim surat kepada Menteri Energi. Direktur Jenderal Migas membalas, meminta daerah menyukseskan proyek penting negara ini.

Pipa 10 inci jurusan Mudi-lepas pantai Tuban pun belum mengantongi izin Bu pati Tuban Haeny Relawati. Pipa sepanjang 37 kilometer ini digarap JOB Per tamina Petrochina East Java. Toh, pe masangan pipa yang dimulai November 2008 ”nekat” dirampungkan Juli 2009.

Juru bicara Pemerintah Kabupaten Tuban, Gatot Setiono, mengatakan Pe trochina cuma menyodorkan fotokopi persetujuan dari Kementerian Energi dan BP Migas, bukan dokumen asli. ”Itu yang kami tidak mau,” katanya.

Priyono membenarkan, perizinan daerah menimbulkan banyak masalah. Akibatnya, ketika lapangan siap berproduksi, penyalurannya belum jelas. Persoalan pipa ”enggak jalan kalau enggak dipaksain,” katanya. ”Mau dikemanakan minyaknya?”

JOB Pertamina Petrochina East Java ngotot. Kendati belum mengantongi restu pemerintah Tuban, mereka menjadwalkan uji coba pemakaian pipa 10 inci Jumat pekan lalu. Perwakilan BP Migas dan Direktur Jenderal Migas diundang untuk menyaksikannya. Tanpa Bupati Tuban. Alasannya, ini acara internal. Prospek Cepu masih gelap.

Retno Sulistyowati, Iqbal Muhtarom, Sujatmiko (Bojonegoro)

Minyak Cepu Tak Kunjung Mengucur

Produksi minyak dari Blok Cepu lagi-lagi tertunda. Pemerintah menagih janji Mobil Cepu, operator blok tersebut. Masih banyak masalah di lapangan.

API menyala-nyala, menyembur dari cerobong sumur A lapangan minyak dan gas Banyu Urip, Blok Cepu, di Kabupa ten Bojonegoro, Jawa Timur, pas 17 Agustus lalu. Kontraktor blok ini, Mobil Cepu Limited, memakai pipa tersebut untuk membuang gas ikutan—dalam proses produksi minyak—dengan cara membakar.

Sudah beberapa pekan ini, Mobil Cepu bekerja ekstra melakukan uji coba di sumur tersebut. Mereka mengetes lagi kandungan minyak di perut sumur. ”Ini pertanda bagus,” kata Field External Relations Manager Mobil Cepu Deddy Afidick. ”Nyala api dari pipa cerobong menandakan minyak di sumur itu siap dipompa.”

Pemerintah sangat mengandalkan proyek Cepu untuk mendongkrak vo lume produksi minyak nasional. Sebab, tiga tahun belakangan, lifting Indonesia tak tembus satu juta barel per hari. Tahun lalu, misalnya, cuma menghasilkan 976.778, naik tipis dibanding perolehan 2007 sebesar 960 ribu barel per hari.

Tahun ini, pemerintah memasang target 960 ribu barel per hari dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. Nyatanya, sampai 17 Agustus 2009, ra ta-rata produksi masih 950 ribu. Menteri Energi dan Sumber Daya Mi neral Purnomo Yusgiantoro pun mengumpulkan pemimpin sepuluh kontraktor kontrak kerja sama minyak dan gas terbesar, Kamis pekan lalu.

Hasilnya, lapangan dan sumur baru akan digenjot untuk menutup defisit. Misalnya dari Tangguh, Kodeco KE-38, Sukowati, dan tidak ketinggalan lapangan Banyu Urip di Blok Cepu.

Tampaknya, kondisi tahun depan tak akan berbeda. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis pekan lalu, sulit berha rap produksi minyak bisa melompati 965 ribu barel pada 2010. Pasalnya, pe nemuan sumber baru yang diharapkan mengucur deras tahun ini ternyata mo lor hingga 2010 dan 2011, termasuk dari ladang Cepu.

Vice President Public Affairs ExxonMobil Oil Indonesia, Maman Budiman, mengatakan Exxon juga ingin Cepu segera berproduksi, tapi dengan cara yang benar agar ada pendapatan dari investasi yang ditanamkan. ”Jadi bukan our interest untuk molor-molor. Kami selalu berusaha memenuhi komitmen.”

l l l

BLOK Cepu adalah wilayah kerja minyak dan gas yang dikelola Mobil Cepu. Anak perusahaan ExxonMobil Oil Indonesia itu memiliki 25 persen. Ampolex (Cepu)—juga anak usaha ExxonMobil—memegang 25 persen dan PT Pertamina (Persero) 50 persen. Ladang Cepu membentang di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur—meliputi ka wasan Blora, Bojonegoro, Tuban—se luas lebih dari seribu kilometer persegi.

Di perut bumi Cepu, diperkirakan terkandung 600 juta barel minyak dan 1,3 triliun kaki kubik gas. Cadangan itu tersebar di beberapa tempat, antara lain lapangan Kedung Tuban, Cendana, dan Banyu Urip. Di Banyu Urip saja kira-kira terdapat cadangan 250 juta barel minyak.

Pada Desember 2008, produksi perdana sempat mancur selama tiga pekan. Jumlahnya memang tak banyak, 180 barel per hari atau total sekitar 6.000 barel. Minyak diangkut menggunakan truk tangki, dikirim ke fasilitas pe nyim panan Mudi di Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban—sekitar 32 kilometer dari Banyu Urip.

Tapi produksi dihentikan lantaran fasilitas pendukung belum rampung. Misalnya fasilitas pipa penyaluran minyak, yang belum memadai. Mobil Cepu juga akan menguji coba peralatan pendukung pengeboran.

Berdasarkan rencana pengembang an lapangan atawa plan of development, proyek Cepu akan menghasilkan 165 ribu barel minyak saban hari. Mobil Cepu berjanji mengerjakannya selama tiga tahun mulai 2007, sehingga minyak akan mengucur pada 2010.

Namun skenario bergeser. Sumber Tempo mengatakan pemerintah minta Cepu online sebelum Pemilu 2009, berapa pun volume yang dihasilkan. Pemerintah beralasan, Mobil Cepu ditunjuk sebagai operator antara lain karena bisa memproduksi lebih cepat. Target beroperasi pun dirombak menjadi Desember 2008. Maka dibikinlah desain proyek mini berkapasitas 20 ribu barel per hari untuk produksi awal.

Exxon setuju dan sanggup merampungkannya selama 18 bulan. Tapi ada catatan. Perusahaan minyak dan gas asal Amerika itu meminta penundaan pembayaran bea masuk atas peralatan eksplorasi. Alasannya, proyek mini tidak ekonomis. Mereka juga meminta bantuan pembebasan lahan.

Konsep awal 165 ribu barel tetap berlanjut. Artinya, operator mesti membikin desain proyek mini dan proyek besar. ”Fasilitas atau peralatannya tentu beda,” kata sumber Tempo. Diputuskan, proyek mini akan memakai fasilitas sementara (sewa) untuk tiga tahun. Maka digelarlah proses tender. Targetnya, hasil tender disetujui Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi pada Februari 2008. Eh, target meleset sampai Mei.

Mobil Cepu juga merevisi pesanan peralatan dari Houston, Amerika Serikat. Begitu rencana berubah, nomor antrean pun bergeser ke belakang. Ndilalah, Kepala BP Migas R. Priyono menambahkan, terjadi krisis finansial global yang menyebabkan operasionalisasi kapal angkut Amerika-Indonesia mandek. Proyek Cepu kian molor lantaran badai Ike melanda Amerika, akhir 2008 hingga awal 2009. ”Pabrik-pabrik di sana terkena, rusak semua,” kata Priyono.

Akhirnya, Mobil Cepu menyampaikan komitmen baru kepada BP Migas dan Dewan Perwakilan Rakyat. Intinya, akhir Agustus minyak akan mancur. Tapi, menurut Priyono, volume produksinya cuma 5.000 barel per hari. Lifting akan meningkat bertahap menjadi 16-20 ribu barel per hari pada Oktober.

Rencananya, kata Deputi Pengendalian Operasi BP Migas Budi Indianto, Pertamina akan membeli 10 ribu barel minyak Cepu. Minyak akan dialirkan melalui pipa sepanjang 36 kilometer ke tangki penyimpanan di Mudi, Kabupa ten Tuban, Jawa Timur. Fasilitas ini milik bersama JOB Pertamina Petrochina East Java. Minyak akan dialirkan ke floating storage Cinta Natomas di lepas pantai Tuban.

PT Tri Wahana Universal—pemilik kilang mini Cepu—akan menyerap 6.000. Sisanya, 4.000 barel per hari, ditawarkan kepada Pertamina. Pemerintah berharap perusahaan minyak dan gas pelat merah itu bisa menjadi off-taker, pengambil alih, supaya produksi mini optimum.

”Ada kemungkinan saya titipkan ke Pertamina,” Direktur Jenderal Minyak dan Gas Departemen Energi Evita Legowo menambahkan. Tapi seorang sumber berbisik, belum ada satu pun perjanjian jual-beli di antara mereka yang diteken. Padahal draf kontrak telah disiapkan sejak akhir tahun lalu.

Konon, Pertamina menolak fasilitas produksi awal yang cuma 5.000 barel per hari. Perusahaan yang seratus persen sahamnya dikuasai negara ini mempertanyakan infrastruktur berkapasitas 20 ribu barel yang dijanjikan.

Sumber lain mengatakan peralatan berkapasitas 5.000 ”terpaksa” dipasang sementara sambil menunggu proyek 20 ribu rampung. Ini untuk memenuhi target mancur akhir Agustus. Pertimbang annya, fasilitas kilang milik Tri Wahana Universal juga akan kelar pada September. Peralatan supermini ini telah selesai dirangkai dan disertifikasi. Pada 16 Agustus lalu dilakukan pressure up.

Di Tuban, persoalan lahan mengganjal. Misalnya izin pembangunan pipa Banyu Urip-Mudi. Bupati Tuban sampai mengirim surat kepada Menteri Energi. Direktur Jenderal Migas membalas, meminta daerah menyukseskan proyek penting negara ini.

Pipa 10 inci jurusan Mudi-lepas pantai Tuban pun belum mengantongi izin Bu pati Tuban Haeny Relawati. Pipa sepanjang 37 kilometer ini digarap JOB Per tamina Petrochina East Java. Toh, pe masangan pipa yang dimulai November 2008 ”nekat” dirampungkan Juli 2009.

Juru bicara Pemerintah Kabupaten Tuban, Gatot Setiono, mengatakan Pe trochina cuma menyodorkan fotokopi persetujuan dari Kementerian Energi dan BP Migas, bukan dokumen asli. ”Itu yang kami tidak mau,” katanya.

Priyono membenarkan, perizinan daerah menimbulkan banyak masalah. Akibatnya, ketika lapangan siap berproduksi, penyalurannya belum jelas. Persoalan pipa ”enggak jalan kalau enggak dipaksain,” katanya. ”Mau dikemanakan minyaknya?”

JOB Pertamina Petrochina East Java ngotot. Kendati belum mengantongi restu pemerintah Tuban, mereka menjadwalkan uji coba pemakaian pipa 10 inci Jumat pekan lalu. Perwakilan BP Migas dan Direktur Jenderal Migas diundang untuk menyaksikannya. Tanpa Bupati Tuban. Alasannya, ini acara internal. Prospek Cepu masih gelap.

Retno Sulistyowati, Iqbal Muhtarom, Sujatmiko (Bojonegoro)

Lebih Cepat Tetap Selamat

Produksi minyak Blok Cepu tertunda. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan.
Ketika Exxon dipilih sebagai mitra Pertamina di Blok Cepu, pertimbangan pemerintah sederhana. Perusahaan minyak raksasa ini diharapkan dapat berproduksi selekasnya. Maklum, pada 2006 itu kocek pemerintah sedang tersedot subsidi bahan bakar minyak yang harganya mulai meroket, sementara produksi minyak dalam negeri diperkirakan akan terus menurun. Maka Mobil Cepu, perusahaan patungan Exxon dan Pertamina, mulai bekerja pada 2007.

Semula target produksi 165 ribu barel per hari diharapkan mulai mengucur pada 2011. Namun, semakin menggilanya harga minyak dunia menyebabkan perusahaan ini diminta berproduksi lebih cepat lagi dengan upaya dan perangkat tambahan. Dengan investasi ekstra itu ditargetkan produksi 16 ribu barel per hari sudah diraih pada tahun anggaran 2009, saat pemilihan umum berlangsung. Potensi meraup sekitar US$ 150 juta untuk menambal anggaran belanja negara membuat pengadaan proyek antara ini diharapkan masih menguntungkan.

Harapan itu ternyata tak menjadi kenyataan. Rencana produksi terus molor akibat berbagai hadangan. Soal perizinan pemerintah daerah yang bermasalah, pembebasan tanah yang ribet, pengangkutan kapal yang tersendat krisis global, dan pabrik pemasok yang terkena badai di Amerika Serikat dituding sebagai penyebabnya. Kini Mobil Cepu menjanjikan jadwal baru. Mereka berencana akan berproduksi mulai akhir Agustus dengan jumlah awal yang jauh lebih kecil dari rencana. Dampaknya bagi penerimaan anggaran belanja negara tahun ini pun tak akan signifikan.

Pemerintah beruntung harga minyak menurun akibat krisis global pada akhir tahun lalu, sehingga keterlambatan proyek ini tak terlalu mengganggu anggaran. Namun mulai pulihnya perekonomian dunia telah menyebabkan harga emas hitam ini mulai merangkak naik lagi. Konsumsi bahan bakar minyak dalam negeri pun ikut terkerek. Sementara itu mayoritas sumur minyak yang ada telah berusia lanjut sehingga produksinya terus menurun. Celakanya, belum ditemukan ladang baru yang menjanjikan. Kalaupun ada beberapa temuan yang prospektif, hasilnya tak bisa langsung dinikmati. Diperlukan tiga sampai enam tahun lagi untuk membuatnya menjadi sumur produktif.

Mencuatnya ancaman krisis minyak nasional ini perlu diantisipasi pemerintah dengan trengginas. Upaya memastikan Mobil Cepu sudah berproduksi tinggi pada anggaran 2010 sepatutnya jadi prioritas. Untuk itu, pengkajian atas semua hal yang telah menyebabkan keterlambatan proyek harus dilakukan dengan saksama dan berbagai solusi disiapkan untuk memastikan hal ini tak terulang lagi. Pihak Exxon pun perlu dimintai pertanggungjawaban atas molornya proyek, termasuk turut menanggung kerugian yang diderita pemerintah atas keleletan proyek Mobil Cepu itu.

Sebagai instansi yang berwenang, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral serta Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BP Migas) wajib memantau perkembangan proyek ini dengan lebih cermat. Doktrin biar lambat asal selamat perlu ditinggalkan jauh-jauh karena tak lagi cocok dengan tuntutan keadaan, bahkan membahayakan.

Sekarang memang sudah saatnya menerapkan kinerja yang ”lebih cepat tapi tetap selamat”.

Pidato Presiden dan Kursi Kosong

Pidato kenegaraan Presiden dihadiri oleh 195 kursi kosong. Perlu ada sanksi untuk mereka yang absen tanpa alasan jelas.
Tingkah polah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, terutama angkatan yang terakhir ini, semakin membuat kita takjub. Ada yang terkena kasus korupsi, bahkan ada yang masih mendekam di penjara, ada yang diduga menerima suap, dan sekarang ada lagi tingkah terbaru anggota DPR yang memalukan. Acara pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dua pekan lalu ternyata dihadiri oleh kursi-kursi yang kosong. Dari 550 anggota DPR, hanya 355 anggota yang hadir. Artinya, saat Presiden membacakan pidato tahunannya yang penting itu, ada 195 kursi yang kosong melompong.

Ini bukan saja sekadar peristiwa yang mengecewakan, tetapi membuat wajah parlemen kita semakin buruk. Sebagai wakil rakyat yang dipilih untuk mewakili aspirasi masyarakat, yang digaji oleh rakyat, seharusnya mereka tetap menyelesaikan tugasnya hingga masa bakti berakhir. Nyatanya, setelah pemilu legislatif berlangsung, anggota DPR mulai banyak yang menghilang.

Harus diingat, dalam Tata Tertib DPR Bab II tentang kedudukan, susunan, fungsi tugas, dan wewenang, disebutkan bahwa anggota DPR diberi tugas menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.

Artinya, kehadiran mereka untuk mendengarkan pidato kenegaraan Presiden tentang RAPBN adalah bagian dari tugas, bukan sekadar ritual.

Jadi, peristiwa absennya sebagian anggota DPR dalam pidato kenegaraan Presiden Yudhoyono tentang RAPBN 2010 itu tak bisa dimaklumi atau dimaafkan. Mana mungkin 195 orang sama-sama jatuh sakit atau sama-sama berhalangan atau sama-sama kakinya bengkak. Memang ada yang mengaku datang terlambat, ada yang beralasan ke luar kota untuk menemui konstituen. Apa pun alasannya, pidato Presiden ini seharusnya menjadi prioritas. Jika menuntaskan pekerjaannya sebagai wakil rakyat hingga akhir masa baktinya saja mereka tak bisa, lalu kepada siapa lagi kita bisa menaruh kepercayaan?

Etika kerja yang luar biasa buruk ini seharusnya mendapat perhatian penuh dari Ketua DPR yang sedang memimpin, dan mereka yang absen seharusnya dijatuhi sanksi atau diberi teguran. Meski ini adalah bulan-bulan terakhir masa bakti, tidak berarti mereka bisa bertingkah laku seenaknya dan meninggalkan tanggung jawab. Justru para anggota DPR harus meninggalkan jejak yang bagus dengan menghabiskan sisa tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Menjadi wakil rakyat bukan sekadar untuk mendapatkan gaji dan fasilitas, tetapi untuk bekerja.

Mungkin ada baiknya juga, terutama setelah peristiwa lima tahun terakhir, diadakan sebuah mekanisme untuk mengevaluasi kinerja dan produktivitas anggota DPR secara berkala.

Jika perlu, setiap masa persidangan berakhir, pimpinan DPR membuat pengumuman terbuka tentang kinerja anggota Dewan. Perlu diumumkan secara luas berapa kali mereka absen, mengikuti rapat, berkunjung ke daerah, menemui delegasi yang datang ke Senayan, dan kegiatan lainnya. Rapor semacam ini tidak hanya penting untuk bahan evaluasi bagi partai politik, tapi juga penting untuk rakyat yang memilih anggota DPR tersebut.

Dengan evaluasi itu, siapa tahu kursi-kursi kosong dan berbagai tingkah polah yang buruk ini bisa dieliminasi.

Lakon Antasari

KASUS yang tinggal selangkah lagi itu diharapkan segera masuk meja hijau dan menguak misteri besar: benarkah Antasari Azhar merupakan dalang pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.

Antasari sudah lebih dari seratus hari mendekam di tahanan. Berarti polisi tinggal punya waktu kurang lebih seminggu untuk menyelesaikan berkas penyidikan pembunuhan berencana dengan tersangka Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (non-aktif) itu. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, batas waktu penyidikan adalah 120 hari. Jika polisi tak mampu menyelesaikan penyidikan sampai batas waktu, Antasari akan bebas demi hukum dari tahanan, meskipun penyidikan atas kasusnya akan terus berjalan. Maka, kalau ingin pengadilan segera digelar, pekan ini juga polisi mesti membereskan berkas dan selanjutnya kejaksaan secepatnya menetapkan status P-21 alias lengkap untuk dilimpahkan ke pengadilan.

Kasus ini sejak awal sudah menyedot perhatian publik, termasuk kalangan penggemar gosip, karena diduga ada cinta segitiga di dalamnya. Orang penasaran ingin tahu jelas kait-mengait antara Antasari, bekas caddy lapangan golf Rani, dan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Tapi yang terpenting adalah mengungkap motif pembunuhan Nasrudin. Jangan sampai otak pelaku pembantaian itu lolos atau hanya dihukum ringan, sedangkan pelaksana lapangan—yang kabarnya diperdaya dengan alasan membunuh musuh negara—dihukum berat. Intellectuele dader pembunuhan keji itu patut menerima hukuman yang setimpal.

Sebagai jaksa berpengalaman lebih dari 25 tahun, Antasari pastilah sudah menyusun strategi. Bekas Direktur Penuntutan Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung itu pasti sangat terlatih untuk menyusun jawaban atas pertanyaan penyidik agar tidak berbalik menikam dirinya. Berkas penyidikan yang sekarang bolak-balik antara meja kepolisian dan kejaksaan menunjukkan betapa ketat Antasari membangun pertahanan. Polisi perlu bekerja lebih keras. Lubang-lubang penyidikan, umpamanya mata rantai antara Antasari dan pelaksana lapangan serta penyandang dana pembunuhan, mesti segera ditutup dengan bukti-bukti kuat.

Mengingat gawatnya ancaman hukuman untuknya, masuk akal jika Antasari mengerahkan segala cara untuk lolos dari jerat hukum. Testimoni empat lembar yang dibuatnya di tahanan, yang menyebut koleganya di komisi antikorupsi menerima uang Rp 6 miliar dari seseorang yang tengah beperkara, menunjukkan betapa keras ia berusaha lepas dari perkara ini. Testimoni itu sudah dibantah kebenarannya oleh pimpinan komisi antikorupsi yang lain, tapi semua pihak perlu mengawasi agar tak terjadi ”barter” informasi yang bisa menguntungkan posisi Antasari.

Biarlah masalah testimoni tersebut diurus oleh kalangan internal Komisi Pemberantasan Korupsi. Untuk soal ini kesalahan Antasari terang-benderang. Ia telah bertemu seseorang yang menurut undang-undang seharusnya tidak boleh ia temui. Untuk pelanggaran berat itu Antasari bisa dihukum lima tahun penjara.

Meski begitu, yang terpenting sekarang adalah menuntaskan kasus pembunuhan Nasrudin dulu. Kita tak ingin pengungkapan kasus pembunuhan Munir terulang. Tersangka pembunuhan Munir lolos dari hukum karena hakim menilai bukti yang dilimpahkan jaksa lemah. Kasus Munir akhirnya hanya menjerat Pollycarpus Budihari, yang dianggap pelaku lapangan. Otak sesungguhnya tak pernah diketahui sampai sekarang.

Memang ada kesamaan mengenai alat bukti dalam kasus Antasari dan kasus Munir. Terdapat bukti rekaman pembicaraan dari orang-orang yang diduga terlibat pembunuhan. Antasari diketahui berkomunikasi dengan Sigid Haryo Wibisono, pengusaha yang disangka menyediakan uang Rp 500 juta sebagai ongkos operasional melenyapkan Nasrudin. Antasari sedikitnya telah berkomunikasi lewat telepon dengan Sigid sebanyak 30 kali sebelum dan setelah pembunuhan terjadi.

Fakta ini yang mestinya bisa digali lebih dalam di persidangan. Memang ada perbedaan antara kasus Munir dan Nasrudin. Dalam kasus Munir, mereka yang dituduh membunuh menampik dakwaan pernah berkomunikasi. Tapi Antasari dan Sigid dalam kasus Nasrudin ini mengakui adanya pembicaraan di antara mereka. Bukti-bukti yang dipegang ”pasukan” kejaksaan akan memperjelas lakon Antasari sesungguhnya. Diakah otak pembunuhan Nasrudin atau sekadar korban dari ”permainan” yang tak diketahuinya.

Kalau polisi dan jaksa punya bukti kuat, mengutip judul sebuah lagu, Antasari tinggal menghitung hari. Sesuai dengan undang-undang, begitu ia ditetapkan sebagai terdakwa, seketika itu juga ia diberhentikan sebagai pimpinan komisi antikorupsi. Sejak ”pagi” bolehlah kita berharap, penggantinya nanti janganlah tokoh sekontroversial Antasari Azhar.

Modal Tommy Mencalonkan Diri

Tommy Soeharto maju sebagai calon Ketua Umum Golkar. Selain dana besar, apa bekalnya? APA yang harus dilakukan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto untuk merebut jabatan Ketua Umum Partai Golkar?

Pertama, ia bisa menjual kehebatannya sebagai pemimpin yang disegani. Bayangkan, walaupun sempat mendekam dalam penjara selama hampir lima tahun, para pesaing tak mampu menghentikan laju perkembangan bisnisnya. Sukses itu mestinya diabadikan, misalnya, lewat sebuah buku yang bisa ia beri judul ”Kiat Jitu Mengelola Bisnis dari Penjara”. Jangan lupa, semua itu ia lakukan setelah Soeharto, sang bapak, tak lagi berkuasa.

Kedua, Tommy bisa menunjukkan bahwa pengaruhnya masih sangat kuat. Pada Agustus tahun lalu, PT Timor Putra Nasional, salah satu perusahaan miliknya, berhasil mengalahkan Bank Mandiri, yang dimiliki pemerintah. Mahkamah Agung menyatakan Timor Putra berhak atas uang senilai Rp 1,3 triliun.

Jika dua modal itu belum cukup, Tommy bisa menambah satu ”senjata” lagi: duit. Ia diyakini memiliki duit yang lebih dari cukup untuk maju bertanding. Dalam pemilihan orang pertama partai politik, terutama di Indonesia, bukan lagi rahasia bahwa faktor duit merupakan kunci sukses utama.

Soal ”gizi” yang pernah dikeluhkan Nurcholish Madjid ketika ikut konvensi Golkar beberapa tahun lalu, misalnya, jelas bukan masalah buat Tommy. Ia bahkan bisa menawarkan janji yang lebih wah ketimbang Aburizal, yang sanggup menyediakan dana abadi Rp 1 triliun. Tommy tak perlu serepot sang pesaing, yang sibuk menjelaskan asal-usul uang sebanyak itu, sementara ganti rugi korban lumpur Lapindo belum kunjung beres.

Mungkin para pesaing Tommy cemas, mungkin pula tidak. Yang jelas, calon seperti Aburizal Bakrie dan Surya Paloh, yang sama-sama punya duit, kini punya lawan yang setanding. Yuddy Chrisnandi, yang jelas berkantong lebih cekak, punya kompetitor yang sama-sama muda—Tommy kini 47 tahun, Yuddy 41 tahun.

Yuddy pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Tommy dulu anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Tak bisa dilupakan pula, hanya berkat sang bapaklah partai ini lahir, besar, dan kuat. Selama 32 tahun, Golkar menjadi mesin penopang utama kekuasaan sang ayah. Begitu lamanya sehingga ketika kekuasaan berganti, partai ini tak siap menjadi oposisi. Mereka terus saja berusaha menumpang kekuasaan.

Politik memang bukan hanya soal uang dan balas jasa. Tapi di tempat yang tak memungkinkan kompetisi sehat berjalan, kepemimpinan tak ubahnya harta warisan, berganti ”kepemilikan” turun-temurun. Ketika Ketua Golkar Jusuf Kalla menyatakan bahwa Soeharto memiliki jiwa pemimpin, sementara ia ”tak kenal” Tommy, Kalla sebenarnya hendak mengatakan Tommy belumlah layak menjadi nakhoda Golkar. Tapi tak ada yang bisa memastikan bahwa pernyataan Kalla mewakili mayoritas suara Partai Beringin.

Barangkali banyak juga warga Golkar yang tak lagi peduli bahwa Tommy telah lebih dari sepuluh tahun meninggalkan Golkar. Mungkin tak lagi dianggap perlu mencatat bahwa Tommy absen dari politik antara lain karena menjalani hukuman di Nusakambangan setelah divonis sepuluh tahun penjara oleh Mahkamah Agung karena terlibat pembunuhan hakim agung Syafiuddin Kartasasmita. Jangan-jangan tak penting lagi kenyataan bahwa Tommy sama sekali belum pernah menjadi pengurus pusat seperti syarat yang diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai itu.

Biarlah masalah pencalonan Tommy Soeharto ini dipikirkan Partai Golkar—partai yang kehilangan dukungan cukup banyak dalam pemilu lalu. Biar mereka yang memutuskan bangkit atau amblesnya partai warisan Soeharto itu.

Modal Tommy Mencalonkan Diri

Tommy Soeharto maju sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar. Selain dana besar, apa bekalnya?

APA yang harus dilakukan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto untuk merebut jabatan Ketua Umum Partai Golkar?

Pertama, ia bisa menjual kehebatannya sebagai pemimpin yang disegani. Bayangkan, walaupun sempat mendekam dalam penjara selama hampir lima tahun, para pesaing tak mampu menghentikan laju perkembangan bisnisnya. Sukses itu mestinya diabadikan, misalnya, lewat sebuah buku yang bisa ia beri judul ”Kiat Jitu Mengelola Bisnis dari Penjara”. Jangan lupa, semua itu ia lakukan setelah Soeharto, sang bapak, tak lagi berkuasa.

Kedua, Tommy bisa menunjukkan bahwa pengaruhnya masih sangat kuat. Pada Agustus tahun lalu, PT Timor Putra Nasional, salah satu perusahaan miliknya, berhasil mengalahkan Bank Mandiri, yang dimiliki pemerintah. Mahkamah Agung menyatakan Timor Putra berhak atas uang senilai Rp 1,3 triliun.

Jika dua modal itu belum cukup, Tommy bisa menambah satu ”senjata” lagi: duit. Ia diyakini memiliki duit yang lebih dari cukup untuk maju bertanding. Dalam pemilihan orang pertama partai politik, terutama di Indonesia, bukan lagi rahasia bahwa faktor duit merupakan kunci sukses utama.

Soal ”gizi” yang pernah dikeluhkan Nurcholish Madjid ketika ikut konvensi Golkar beberapa tahun lalu, misalnya, jelas bukan masalah buat Tommy. Ia bahkan bisa menawarkan janji yang lebih wah ketimbang Aburizal, yang sanggup menyediakan dana abadi Rp 1 triliun. Tommy tak perlu serepot sang pesaing, yang sibuk menjelaskan asal-usul uang sebanyak itu, sementara ganti rugi korban lumpur Lapindo belum kunjung beres.

Mungkin para pesaing Tommy cemas, mungkin pula tidak. Yang jelas, calon seperti Aburizal Bakrie dan Surya Paloh, yang sama-sama punya duit, kini punya lawan yang setanding. Yuddy Chrisnandi, yang jelas berkantong lebih cekak, punya kompetitor yang sama-sama muda—Tommy kini 47 tahun, Yuddy 41 tahun.

Yuddy pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Tommy dulu anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Tak bisa dilupakan pula, hanya berkat sang bapaklah partai ini lahir, besar, dan kuat. Selama 32 tahun, Golkar menjadi mesin penopang utama kekuasaan sang ayah. Begitu lamanya sehingga ketika kekuasaan berganti, partai ini tak siap menjadi oposisi. Mereka terus saja berusaha menumpang kekuasaan.

Politik memang bukan hanya soal uang dan balas jasa. Tapi di tempat yang tak memungkinkan kompetisi sehat berjalan, kepemimpinan tak ubahnya harta warisan, berganti ”kepemilikan” turun-temurun. Ketika Ketua Golkar Jusuf Kalla menyatakan bahwa Soeharto memiliki jiwa pemimpin, sementara ia ”tak kenal” Tommy, Kalla sebenarnya hendak mengatakan Tommy belumlah layak menjadi nakhoda Golkar. Tapi tak ada yang bisa memastikan bahwa pernyataan Kalla mewakili mayoritas suara Partai Beringin.

Barangkali banyak juga warga Golkar yang tak lagi peduli bahwa Tommy telah lebih dari sepuluh tahun meninggalkan Golkar. Mungkin tak lagi dianggap perlu mencatat bahwa Tommy absen dari politik antara lain karena menjalani hukuman di Nusakambangan setelah divonis sepuluh tahun penjara oleh Mahkamah Agung karena terlibat pembunuhan hakim agung Syafiuddin Kartasasmita. Jangan-jangan tak penting lagi kenyataan bahwa Tommy sama sekali belum pernah menjadi pengurus pusat seperti syarat yang diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai itu.

Biarlah masalah pencalonan Tommy Soeharto ini dipikirkan Partai Golkar—partai yang kehilangan dukungan cukup banyak dalam pemilu lalu. Biar mereka yang memutuskan bangkit atau amblesnya partai warisan Soeharto itu.

Modal Tommy Mencalonkan Diri

Tommy Soeharto maju sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar. Selain dana besar, apa bekalnya?

APA yang harus dilakukan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto untuk merebut jabatan Ketua Umum Partai Golkar?

Pertama, ia bisa menjual kehebatannya sebagai pemimpin yang disegani. Bayangkan, walaupun sempat mendekam dalam penjara selama hampir lima tahun, para pesaing tak mampu menghentikan laju perkembangan bisnisnya. Sukses itu mestinya diabadikan, misalnya, lewat sebuah buku yang bisa ia beri judul ”Kiat Jitu Mengelola Bisnis dari Penjara”. Jangan lupa, semua itu ia lakukan setelah Soeharto, sang bapak, tak lagi berkuasa.

Kedua, Tommy bisa menunjukkan bahwa pengaruhnya masih sangat kuat. Pada Agustus tahun lalu, PT Timor Putra Nasional, salah satu perusahaan miliknya, berhasil mengalahkan Bank Mandiri, yang dimiliki pemerintah. Mahkamah Agung menyatakan Timor Putra berhak atas uang senilai Rp 1,3 triliun.

Jika dua modal itu belum cukup, Tommy bisa menambah satu ”senjata” lagi: duit. Ia diyakini memiliki duit yang lebih dari cukup untuk maju bertanding. Dalam pemilihan orang pertama partai politik, terutama di Indonesia, bukan lagi rahasia bahwa faktor duit merupakan kunci sukses utama.

Soal ”gizi” yang pernah dikeluhkan Nurcholish Madjid ketika ikut konvensi Golkar beberapa tahun lalu, misalnya, jelas bukan masalah buat Tommy. Ia bahkan bisa menawarkan janji yang lebih wah ketimbang Aburizal, yang sanggup menyediakan dana abadi Rp 1 triliun. Tommy tak perlu serepot sang pesaing, yang sibuk menjelaskan asal-usul uang sebanyak itu, sementara ganti rugi korban lumpur Lapindo belum kunjung beres.

Mungkin para pesaing Tommy cemas, mungkin pula tidak. Yang jelas, calon seperti Aburizal Bakrie dan Surya Paloh, yang sama-sama punya duit, kini punya lawan yang setanding. Yuddy Chrisnandi, yang jelas berkantong lebih cekak, punya kompetitor yang sama-sama muda—Tommy kini 47 tahun, Yuddy 41 tahun.

Yuddy pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Tommy dulu anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Tak bisa dilupakan pula, hanya berkat sang bapaklah partai ini lahir, besar, dan kuat. Selama 32 tahun, Golkar menjadi mesin penopang utama kekuasaan sang ayah. Begitu lamanya sehingga ketika kekuasaan berganti, partai ini tak siap menjadi oposisi. Mereka terus saja berusaha menumpang kekuasaan.

Politik memang bukan hanya soal uang dan balas jasa. Tapi di tempat yang tak memungkinkan kompetisi sehat berjalan, kepemimpinan tak ubahnya harta warisan, berganti ”kepemilikan” turun-temurun. Ketika Ketua Golkar Jusuf Kalla menyatakan bahwa Soeharto memiliki jiwa pemimpin, sementara ia ”tak kenal” Tommy, Kalla sebenarnya hendak mengatakan Tommy belumlah layak menjadi nakhoda Golkar. Tapi tak ada yang bisa memastikan bahwa pernyataan Kalla mewakili mayoritas suara Partai Beringin.

Barangkali banyak juga warga Golkar yang tak lagi peduli bahwa Tommy telah lebih dari sepuluh tahun meninggalkan Golkar. Mungkin tak lagi dianggap perlu mencatat bahwa Tommy absen dari politik antara lain karena menjalani hukuman di Nusakambangan setelah divonis sepuluh tahun penjara oleh Mahkamah Agung karena terlibat pembunuhan hakim agung Syafiuddin Kartasasmita. Jangan-jangan tak penting lagi kenyataan bahwa Tommy sama sekali belum pernah menjadi pengurus pusat seperti syarat yang diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai itu.

Biarlah masalah pencalonan Tommy Soeharto ini dipikirkan Partai Golkar—partai yang kehilangan dukungan cukup banyak dalam pemilu lalu. Biar mereka yang memutuskan bangkit atau amblesnya partai warisan Soeharto itu.

Pelibatan Anak dalam Aksi Teror

Pascaledakan di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, perburuan terhadap Noordin M Top dan jaringannya digencarkan Polri.

Untuk memburu pelaku dalam waktu singkat, dengan bantuan ahli forensik, Polri berhasil mengidentifikasi pelaku. Amat mencengangkan, pelaku bom bunuh diri di Hotel JW Marriott teridentifikasi anak usia 16-17 tahun. Bagaimana hukum pidana menyikapi hal ini?

Dalam konteks hukum pidana internasional, pada hakikatnya terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan meski dalam hukum nasional Indonesia, terorisme dan kejahatan terhadap kemanusiaan diatur dalam dua undang-undang berbeda. Terorisme diatur dalam UU Pemberantasan Terorisme, sedangkan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah Pelanggaran Berat HAM yang diatur dalam UU Pengadilan HAM.

Tiga karakter terorisme

Ada tiga karakteristik terorisme sehingga disamakan dengan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pertama, kedua kejahatan itu biasanya dilakukan secara sistematis dan terorganisasi. Kedua, berbagai kejahatan itu menimbulkan banyak korban yang bersifat acak. Ketiga, baik terorisme maupun kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan pelanggaran terhadap ius cogens dan inhuman act.

Terkait pelibatan anak dalam aksi teror itu, bukanlah hal baru. Steven R Ratner dan Jason S Abrams dalam Accountability for Human Rights Atrocities in International Law: Beyond the Nuremberg Legacy, Second Edition (2001) menulis, salah satu modus operandi Pol Pot semasa killing field di Kamboja telah melibatkan anak dalam aksi teror yang sulit diterima akal sehat. Ratusan anak usia 12-14 tahun merusak, menganiaya, bahkan pembunuhan massal mengakibatkan sekitar 2 juta jiwa melayang selama 17 April 1975 hingga 7 Januari 1979.

Hal yang sama dilakukan Samuel Hinga Norman dan Thomas Lubanga Dyilo yang merekrut anak sebagai tentara. Norman diadili di pengadilan khusus Sierra Leone. Namun, sebelum diputus pengadilan, ia meninggal dunia. Sementara Lubanga adalah orang pertama yang kini diadili di Mahkamah Pidana Internasional atas kasus pelibatan anak sebagai tentara milisi yang aktif melakukan pembunuhan dalam pertikaian antara suku Hema dan Lendu di Provinsi Inturi, Kongo. Aksi teror yang melibatkan anak juga terjadi di Timur Tengah dan Indonesia.

Mengapa anak dilibatkan dalam aksi teror? Pertama, kondisi kejiwaan anak yang masih labil lebih mudah diindoktrinasi dengan hal-hal yang bersifat radikal. Kedua, musuh para teroris tidak pernah menyangka, anak akan melakukan kejahatan sesadis dan sebrutal itu sehingga lengah dalam mengantisipasi. Ketiga, para penggerak aksi-aksi teror itu memahami konstruksi hukum pertanggungjawaban pidana anak baik pada level internasional maupun nasional.

Hukuman 10 tahun

Berdasarkan Statuta Roma yang mengatur kejahatan terhadap kemanusiaan, ada ketentuan yang tidak memasukkan yurisdiksi anak di bawah umur 18 tahun sebagai subyek hukum dari pengadilan pidana internasional. Dalam konteks hukum nasional Indonesia, UU Pengadilan HAM yang juga merujuk Statuta Roma tidak dapat mengadili anak di bawah umur 18 tahun. Sementara dalam UU Pemberantasan Terorisme yang kita miliki tidak ada ketentuan seperti dalam UU Pengadilan HAM.

Perlu diingat, berdasarkan UU Peradilan Anak, jika seorang anak usia 12-18 tahun terlibat kejahatan yang diancam pidana mati atau seumur hidup, maksimal hukuman yang dapat dijatuhkan adalah 10 tahun. Artinya, jika anak di bawah 18 tahun yang terlibat teror ditangkap dan diadili, pidana penjara yang dapat dijatuhkan maksimal 10 tahun.

Ketentuan hukum demikian dapat dipahami mengingat anak yang dilibatkan suatu kejahatan sebenarnya korban kejahatan, bukan pelaku kejahatan. Anak seperti ini hanya manus ministra (alat untuk melakukan kejahatan) yang sebenarnya tidak memahami apa yang diperbuat.

Ke depan, untuk mengantisipasi pelibatan anak dalam aksi teror atau kejahatan lain, kiranya faktor pendidikan, keluarga, dan lingkungan menjadi faktor penentu. Berdasar pengalaman di Kamboja, Sierra Leone, dan Kongo, anak yang dilibatkan aksi teror, mereka tidak mengenyam pendidikan, kehidupan ekonomi keluarganya terimpit, dan lingkungan yang tidak kondusif.

John Griffiths yang memperkenalkan family model dalam peradilan pidana menyatakan, untuk membasmi kejahatan, fungsi edukatif lebih efektif guna mencegah terjadinya kejahatan dan itu dimulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat. Selain itu, juga perlu mengubah konsep pidana dan penjahat. Hal ini dimaksudkan agar mereka yang telah melakukan kejahatan dapat dibina sehingga ketika kembali ke masyarakat tidak lagi mengulangi perbuatannya. Relevan yang dikemukakan Griffiths, kiranya mereka yang terlibat terorisme yang telah ditangkap perlu dibina secara khusus sebagai suatu proses deradikalisasi.

Oleh Eddy OS Hiariej Pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum UGM

PARTAI GOLKAR; Munas di Pekanbaru Hadapi Kendala soal Hotel

Selasa, 25 Agustus 2009 | 04:04 WIB

Pekanbaru, Kompas - Rencana Musyawarah Nasional Partai Golkar di Kota Pekanbaru, Riau, pada 4-7 Oktober terancam banyak kendala. Ratusan kamar hotel di kota itu ternyata sudah dipesan oleh seseorang sejak tanggal 3-11 Oktober untuk kegiatan yang tidak berkaitan dengan Munas Golkar. Akibatnya, panitia menjadi kewalahan menyiapkan akomodasi buat peserta.

Berdasarkan penelusuran Kompas, setidaknya enam hotel berbintang tiga sampai bintang lima di Kota Pekanbaru menyatakan kamar hotelnya tidak dapat dipesan dari tanggal 3 sampai 11 Oktober. Hunian yang penuh tersebut adalah Hotel Aryaduta, Hotel Jatra, Hotel Ibis, Hotel Pangeran, Hotel Mutiara Merdeka, Hotel Dian Graha, dan Hotel Labersa.

Ita dari bagian pemesanan kamar Hotel Pangeran yang dihubungi hari Senin (24/8) menyebutkan, hotelnya sudah penuh sejak tanggal 3 sampai 11 Oktober. Kamar tersebut dipesan seseorang yang bernama Andi Rahardja. Menurut Ita, pemesanan itu tidak terkait dengan kegiatan Munas Golkar.

Eva dari bagian pemesanan kamar Hotel Jatra juga menyatakan hal sama. Pada tanggal 3 sampai 11 Oktober hanya tersisa enam kamar deluxe di hotelnya. Selebihnya, sudah dipesan.

Salah seorang penghubung kandidat Ketua Golkar yang tidak bersedia disebut namanya ketika dihubungi Kompas menyatakan, mereka ingin memesan 100 kamar untuk keperluan tim sukses calon dimaksud. Sampai Senin kemarin, orang itu belum berhasil mendapatkan kamar yang diinginkan.

Secara terpisah, Gumpita, Wakil Sekretaris Partai Golkar Riau, membenarkan sejumlah hotel telah dipesan oleh seseorang yang tidak berkaitan dengan kegiatan Munas Partai Golkar. Hanya saja, Gumpita mengatakan, jumlahnya bukan enam, melainkan cuma tiga hotel, yakni Hotel Pangeran, Hotel Ibis, dan Hotel Grand Elite. (SAH)

Golkar, Bangkit atau Mati


Semangat dan totalitas bangsa Indonesia merebut kemerdekaan digelorakan dengan memilih satu di antara dua pilihan: merdeka atau mati.

Spirit tersebut tampaknya cocok bagi Partai Golkar yang dewasa ini menghadapi situasi kritikal sehingga harus menentukan satu di antara dua pilihan: bangkit atau mati.

Makna bangkit, Partai Golkar bukan hanya harus menjadi partai papan atas, melainkan, dan ini lebih penting, membuat Partai Golkar mempunyai roh yang dapat mengobarkan semangat para kadernya berjuang habis-habisan mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Berpolitik adalah perlombaan mengadu ketajaman dan kepekaan terhadap aspirasi rakyat, serta keterampilan merumuskannya menjadi kebijakan publik. Sebaliknya, pilihan mati kalau Partai Golkar meninggalkan jiwa perjuangannya sehingga eksistensinya sekadar menjadi alat kekuasaan.

Keterpurukan Partai Golkar dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2009 adalah moment of truth saat untuk berani memilih opsi yang radikal, tidak setengah-setengah. Pilihan harus menghasilkan kristalisasi politik antara kader pejuang dan kaum oportunis.

Purifikasi ideologi harus dilakukan agar Partai Golkar tidak semakin terjebak pada politik kekuasaan. Modal kebangkitan Partai Golkar adalah kemampuannya memperoleh 22,7 persen suara pada Pemilu 1999. Dukungan yang spektakuler karena diperoleh dari pemilu yang adil dan jujur. Perolehan suara yang signifikan merupakan bukti keperkasaan dan sekaligus aset Partai Golkar mengingat ia bagian dari rezim kekuasaan otoriter masa lalu.

Ketangguhan Partai Golkar terutama karena secara cepat dan tepat melakukan konsolidasi organisasi, membebaskan diri dari pengaruh militer, menghapuskan stigma, reorganisasi partai sehingga lebih otonom.

Namun, keperkasaan Partai Golkar surut secara dramatis dalam Pemilu 2009 sejalan dengan semakin menguatnya gelombang pragmatisme politik yang mendorong semakin merebaknya transaksi jual beli kekuasaan.

Para elite parpol telah terjebak mengerdilkan makna partai sebagai pejuang kepentingan publik dan menjadi monster penyergap kekuasaan. Penyebab lain, Partai Golkar tidak tekun membangun kapasitas individu dengan melakukan pendidikan kader yang andal. Caranya, menggembleng kadernya sehingga memiliki karakter, mentalitas, panggilan untuk mendermakan dirinya untuk kepentingan umum.

Kualitas partai harus diukur dengan komitmen dan konsistensi mereka memperjuangkan kepentingan rakyat. Mereka adalah pekerja dan tulang punggung partai yang mempunyai peran yang sangat penting melaksanakan fungsi partai.

Bila partai tidak melakukan pengaderan yang benar, mereka akan menuai petualang politik yang hanya pandai beretorika dan berdemagog, tetapi tidak mempunyai niat sedikit pun mewujudkan janji-janjinya.

Tujuan bersama

Kebangkitan Partai Golkar, pertama-tama dan terutama, harus menegaskan bahwa berpolitik adalah kemampuan mengelola kekuasaan untuk mencapai tujuan bersama dan bukan medan laga berebut rezeki. Oleh sebab itu, Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar, awal Oktober 2009, mempunyai makna yang sangat penting dan strategis.

Forum itu tidak boleh direduksi menjadi pertarungan memperebutkan kedudukan ketua umum. Munas harus dijadikan momentum evaluasi, refleksi, dan kontemplasi agar Partai Golkar menegaskan komitmen perjuangannya mengabdi kepada kepentingan umum. Oleh sebab itu, Partai Golkar harus berani menampilkan kader-kader muda yang berdedikasi untuk bangsanya.

Meski demikian, kebangkitan Partai Golkar memerlukan kepemimpinan yang visioner, imajinatif, penuh empati, serta bersedia menemani rakyat yang menderita akibat dari kebijakan-kebijakan transaksional.

Kepemimpinan Partai Golkar harus menyingkirkan jauh-jauh niat memanfaatkan kemiskinan serta memanipulasi kedaulatan rakyat untuk berbuat sesuka hatinya dengan mengatasnamakan rakyat.

Karena itu pula nasib Partai Golkar akan ditentukan siapa yang akan menjadi ketua umumnya. Kalau pemenangnya seorang yang mempunyai cita-cita besar, meski memerlukan waktu panjang dan harus menghadapi berbagai tantangan, Partai Golkar akan menjadi partai politik yang tangguh, andal, modern, dan akan didukung masyarakat.

Sebaliknya, kalau pemenangnya adalah figur yang semata-mata mengejar kekuasaan, Partai Golkar akan lenyap ditelan oleh buasnya kekuasaan.

Dengan demikian, bila Partai Golkar berkuasa, hal itu bukan karena ia semata-mata ingin berkuasa, melainkan karena kredibilitas Partai Golkar mendapatkan kepercayaan rakyat untuk mengelola kekuasaan.

Oleh sebab itu, isu apakah Partai Golkar akan beroposisi atau menjadi bagian kekuasaan tidak penting. Yang paling utama, kebangkitan Partai Golkar harus dihidupkan oleh panggilan suara hati, bukan karena dorongan nafsu kekuasaan.

Oleh karena itu, setiap niat yang menginginkan Partai Golkar menjadi instrumen kekuasaan, misalnya dengan membangun jaringan dan operasi intelijen untuk mendapatkan dukungan rakyat, harus dicegah.

Kemenangan seperti itu akan menyebabkan Partai Golkar menjelma menjadi ”zombi” politik yang sangat menakutkan karena akan mematikan kehidupan demokrasi yang sedang tumbuh di bumi Nusantara ini.

Oleh J KRISTIADI,
Selasa, 25 Agustus 2009 | 03:15 WIB

24 Agustus 2009

Aksi-aksi Spekulan Komoditas Diawasi Ketat


Seorang pialang bereaksi di lantai Bursa Saham New York (NYSE), New York, AS, Jumat (21/8). Berita pemulihan ekonomi AS, walau belum kembali ke keadaan normal secara utuh, membuat bursa bergairah dengan kenaikan indeks harga saham.


Para Bankir Optimistis
Aksi-aksi Spekulan Komoditas Diawasi Ketat

Senin, 24 Agustus 2009 | 04:09 WIB

JACKSON HOLE Jumat - Para pemimpin bank sentral dari sejumlah belahan dunia menyatakan optimistis bahwa krisis finansial terburuk sudah terlewati. Selain itu, pemulihan ekonomi global sudah mulai terjadi perlahan-lahan.

”Prospek perekonomian untuk kembali tumbuh dalam waktu dekat tampak semakin nyata,” ujar Gubernur Bank Sentral AS Ben Bernanke. Dia optimistis soal perekonomian AS ataupun perekonomian global, sebagaimana dia utarakan di Jackson Hole, Jumat (21/8).

Namun, Bernanke tetap memberi peringatan bahwa pemulihan ekonomi akan berjalan dengan lambat, tingkat pengangguran tetap tinggi tahu depan. Pernyataan resmi terakhir dari Bank Sentral AS Fed adalah perekonomian telah stabil.

Ketika berbicara di hadapan pejabat bank sentral dan ekonom pada rapat tahunan Bank Sentral AS di Grand Tetons, Bernanke kembali mengatakan bahwa para pejabat Bank Sentral di Asia dan Eropa semakin lega karena perekonomian mulai membaik.

Walaupun mereka sedikit berpuas diri atas apa yang telah mereka raih sejak krisis finansial tahun lalu, para pejabat bank sentral ini mulai fokus dengan tugas besar lainnya. Tugas itu adalah bagaimana mereka melepas langkah darurat besar-besaran untuk melawan krisis.

Bank Sentral AS dan bank sentral di negara-negara lain harus menempuh berbagai langkah darurat selama masa krisis. Para ekonom dan beberapa pejabat bank sentral mengatakan akan ada peralihan ke kebijakan moneter yang lebih ketat dan tingkat suku bunga yang lebih tinggi.

Kebijakan ini biasanya dilakukan jika pertumbuhan ekonomi sudah mulai terjadi. Namun, kebijakan ini baru akan dimulai setidaknya pertengahan tahun 2010.

Di Jackson Hole, perasaan lega dan berhati-hati menyelimuti para bankir dan ekonom. Keadaan ini bertolak belakang dengan kekhawatiran yang mereka rasakan pada pertemuan satu tahun lalu di tempat yang sama.

”Karena itu, bisa dinyatakan bahwa masa terburuk krisis telah berlalu. Pertumbuhan global ternyata lebih cepat dibandingkan dengan perkiraan sembilan bulan lalu,” ujar Stanley Fischer, Gubernur Bank Sentral Israel, yang juga mantan pimpinan Dana Moneter Internasional (IMF).

Pada saat yang hampir bersamaan dengan pidato Bernanke, Asosiasi Nasional Agen Perumahan melaporkan bahwa penjualan rumah naik sebesar 7,2 persen pada Juli. Kenaikan itu merupakan kenaikan bulanan terbesar dalam satu dekade terakhir. Kenaikan itu juga lebih besar dibandingkan dengan perkiraan para analis.

Para investor telah bereaksi positif atas berita soal sektor perumahan dan pidato Bernanke itu. Hal ini tecermin dari kenaikan indeks Dow Jones, New York, dalam beberapa pekan terakhir. Walau harga saham masih jauh di bawah rekor tertingginya, indeks Dow Jones telah naik 45 persen dari Maret dan mencapai titik tertinggi tahun ini.

Harga saham perusahaan pengembang perumahan juga naik karena kenaikan penjualan rumah yang terjadi selama empat bulan berturut-turut. ”Pasar sedang membaik,” ujar Laszlo Birinyi Jr, Presiden Birinyi Associates.

Meski banyak pihak yang optimistis, Gubernur Bank Sentral Eropa Jean-Claude Trichet tak sependapat bahwa perekonomian dunia telah kembali normal. ”Masih banyak yang harus dilakukan. Akan jadi bencana jika pemerintahan gagal memetik pelajaran dari krisis dan menegakkan aturan di sektor finansial,” ujarnya.

Ketatkan aturan

Para pejabat keuangan di Eropa sangat memberi perhatian terhadap aksi-aksi spekulasi, teknik-permainan brutal di sektor keuangan. Teknik-teknik permainan di bursa sudah dianggap terlalu liar.

Sehubungan dengan itu, produk-produk Exchange-Traded Funds (ETF) reksa dana yang diperdagangkan di bursa telah menjadi sasaran utama pengawas bursa di AS. ETF perlu diatur lebih ketat untuk mengurangi spekulasi pada pasar komoditas seperti minyak. Demikian dilaporkan harian AS The Wall Street Journal pekan lalu.

ETF berbasis komoditas diperkenalkan tahun 2003. Uang yang dikumpulkan dari para investor digunakan untuk dipertaruhkan satu arah, biasanya ketika harga komoditas naik. Para analis mengatakan, hal itu menyebabkan banyak pembelian artifisial yang semakin meningkatkan harga minyak, gas alam, dan emas.

Omzet ETF berbasis komoditas telah melonjak menjadi 59,3 miliar dollar AS pada Juli 2009. Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS mengatakan akan melindungi konsumen komoditas dari aksi-aksi spekulasi. (NYT/joe)