Beijing, Rabu - Keputusan China untuk memotong kembali kuota ekspor mineral tanah langka, yang vital bagi industri barang-barang teknologi tinggi, diprotes beberapa negara yang memiliki industri tersebut. AS bahkan mengancam akan mengadukan China ke WTO.
Kementerian Perdagangan China mengumumkan pemotongan kuota ekspor tersebut Selasa (28/12) malam. Kuota ekspor untuk paruh pertama tahun 2011 adalah 13.105 metrik ton yang dibagi kepada 31 perusahaan.
Jumlah tersebut menunjukkan penurunan sekitar 11,4 persen dibandingkan alokasi pada periode yang sama tahun ini, yakni sebesar 14.790 metrik ton yang dibagi kepada 22 perusahaan.
Pemotongan kuota ekspor ini memicu keresahan baru di dunia karena China, yang menguasai 97 persen pasar mineral tanah langka di dunia, cenderung terus menekan angka ekspornya. Pertengahan tahun ini China memotong kuota ekspornya hingga 40 persen.
Mineral tanah langka yang meliputi 17 unsur kimia, seperti skandium (Sc), itrium (Y), lantanum (La), dan serium (Ce), dibutuhkan dalam industri barang-barang teknologi tinggi, seperti layar televisi, mesin mobil hibrida, telepon seluler, hingga sistem persenjataan.
Negara-negara yang memiliki industri teknologi tinggi tersebut praktis bergantung sepenuhnya pada pasokan dari China. Jepang, AS, dan Uni Eropa adalah tiga pihak utama yang paling membutuhkan mineral ini, di samping China sendiri, yang industri berbasis teknologinya terus meningkat.
Kantor Perwakilan Dagang AS menyatakan keprihatinan terhadap keputusan pemotongan kuota ekspor tahun depan itu. Pekan lalu AS bahkan mengancam akan melaporkan China kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dalam masalah perdagangan mineral tanah langka ini.
Perdagangan bebas
Perusahaan Sony Corp dari Jepang menganggap China merintangi perdagangan bebas dunia dengan memotong kuota ekspor mineral tersebut. ”Saat ini belum ada dampak langsung (kebijakan itu) terhadap perusahaan kami. Akan tetapi, pembatasan yang terus diperketat bisa menyebabkan kelangkaan bahan baku dan kenaikan biaya produksi,” ungkap juru bicara Sony Corp, Ayano Iguchi, Rabu.
Menteri Perdagangan Jepang Akihiro Ohata yakin Jepang masih bisa mengamankan suplai mineral tanah langka untuk tahun 2011 walau China sudah mengurangi jatah ekspornya. Meski demikian, pihaknya akan terus memantau situasi ini.
China sempat menghentikan pengiriman mineral tanah langka ke Jepang menyusul ketegangan diplomatik kedua negara, September lalu.
Negara-negara yang terletak di kawasan inti benua, seperti AS, Kanada, dan Australia, sebenarnya memiliki cadangan melimpah mineral tanah langka ini. Namun, eksploitasi besar-besaran yang dilakukan China dan regulasi lingkungan yang rendah dalam proses pemurnian mineral tersebut membuat harga mineral tanah langka dari China paling rendah di dunia dan mematikan bisnis tambang serupa di negara-negara lain.
Saat ini China memiliki tak kurang dari 100 tambang dan 40 kilang pemurnian mineral tanah langka. Kementerian Perdagangan China menyatakan, China saat ini memotong eksplorasi, produksi, dan ekspor mineral tanah langka dalam rangka memperbaiki regulasi terkait dampak lingkungan industri tersebut.
Mencari sumber baru
Langkah China ini membuat beberapa negara dan pelaku bisnis berbasis teknologi berlomba mencari sumber mineral tanah langka di luar China. AS, Kanada, dan Australia berlomba membuka tambang baru atau menghidupkan kembali tambang yang sudah ditutup.
Molycorp, pemilik tambang mineral tanah langka di Mountain Pass, California, AS, yang sudah tidak aktif selama 10 tahun, memutuskan membuka kembali tambangnya. Molycorp langsung dikontrak oleh Hitachi dan Sumitomo Corp dari Jepang untuk mengamankan pasokan mineral tanah langka hingga beberapa tahun ke depan.
Menurut Jack Lifton, konsultan industri pertambangan dari Technology Metals Research di Chicago, produksi mineral tanah langka dari tambang milik Molycorp di AS dan Lynas Corporation Ltd di Australia sebenarnya cukup untuk menutup kekurangan pasokan dunia.
Namun, tambang-tambang tersebut paling cepat baru beroperasi awal tahun 2013. ”Sampai saat itu, pasar masih tetap dikuasai sepenuhnya oleh China,” tandas Lifton.(Reuters/AP/DHF)