25 Agustus 2009

Golkar, Bangkit atau Mati


Semangat dan totalitas bangsa Indonesia merebut kemerdekaan digelorakan dengan memilih satu di antara dua pilihan: merdeka atau mati.

Spirit tersebut tampaknya cocok bagi Partai Golkar yang dewasa ini menghadapi situasi kritikal sehingga harus menentukan satu di antara dua pilihan: bangkit atau mati.

Makna bangkit, Partai Golkar bukan hanya harus menjadi partai papan atas, melainkan, dan ini lebih penting, membuat Partai Golkar mempunyai roh yang dapat mengobarkan semangat para kadernya berjuang habis-habisan mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Berpolitik adalah perlombaan mengadu ketajaman dan kepekaan terhadap aspirasi rakyat, serta keterampilan merumuskannya menjadi kebijakan publik. Sebaliknya, pilihan mati kalau Partai Golkar meninggalkan jiwa perjuangannya sehingga eksistensinya sekadar menjadi alat kekuasaan.

Keterpurukan Partai Golkar dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2009 adalah moment of truth saat untuk berani memilih opsi yang radikal, tidak setengah-setengah. Pilihan harus menghasilkan kristalisasi politik antara kader pejuang dan kaum oportunis.

Purifikasi ideologi harus dilakukan agar Partai Golkar tidak semakin terjebak pada politik kekuasaan. Modal kebangkitan Partai Golkar adalah kemampuannya memperoleh 22,7 persen suara pada Pemilu 1999. Dukungan yang spektakuler karena diperoleh dari pemilu yang adil dan jujur. Perolehan suara yang signifikan merupakan bukti keperkasaan dan sekaligus aset Partai Golkar mengingat ia bagian dari rezim kekuasaan otoriter masa lalu.

Ketangguhan Partai Golkar terutama karena secara cepat dan tepat melakukan konsolidasi organisasi, membebaskan diri dari pengaruh militer, menghapuskan stigma, reorganisasi partai sehingga lebih otonom.

Namun, keperkasaan Partai Golkar surut secara dramatis dalam Pemilu 2009 sejalan dengan semakin menguatnya gelombang pragmatisme politik yang mendorong semakin merebaknya transaksi jual beli kekuasaan.

Para elite parpol telah terjebak mengerdilkan makna partai sebagai pejuang kepentingan publik dan menjadi monster penyergap kekuasaan. Penyebab lain, Partai Golkar tidak tekun membangun kapasitas individu dengan melakukan pendidikan kader yang andal. Caranya, menggembleng kadernya sehingga memiliki karakter, mentalitas, panggilan untuk mendermakan dirinya untuk kepentingan umum.

Kualitas partai harus diukur dengan komitmen dan konsistensi mereka memperjuangkan kepentingan rakyat. Mereka adalah pekerja dan tulang punggung partai yang mempunyai peran yang sangat penting melaksanakan fungsi partai.

Bila partai tidak melakukan pengaderan yang benar, mereka akan menuai petualang politik yang hanya pandai beretorika dan berdemagog, tetapi tidak mempunyai niat sedikit pun mewujudkan janji-janjinya.

Tujuan bersama

Kebangkitan Partai Golkar, pertama-tama dan terutama, harus menegaskan bahwa berpolitik adalah kemampuan mengelola kekuasaan untuk mencapai tujuan bersama dan bukan medan laga berebut rezeki. Oleh sebab itu, Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar, awal Oktober 2009, mempunyai makna yang sangat penting dan strategis.

Forum itu tidak boleh direduksi menjadi pertarungan memperebutkan kedudukan ketua umum. Munas harus dijadikan momentum evaluasi, refleksi, dan kontemplasi agar Partai Golkar menegaskan komitmen perjuangannya mengabdi kepada kepentingan umum. Oleh sebab itu, Partai Golkar harus berani menampilkan kader-kader muda yang berdedikasi untuk bangsanya.

Meski demikian, kebangkitan Partai Golkar memerlukan kepemimpinan yang visioner, imajinatif, penuh empati, serta bersedia menemani rakyat yang menderita akibat dari kebijakan-kebijakan transaksional.

Kepemimpinan Partai Golkar harus menyingkirkan jauh-jauh niat memanfaatkan kemiskinan serta memanipulasi kedaulatan rakyat untuk berbuat sesuka hatinya dengan mengatasnamakan rakyat.

Karena itu pula nasib Partai Golkar akan ditentukan siapa yang akan menjadi ketua umumnya. Kalau pemenangnya seorang yang mempunyai cita-cita besar, meski memerlukan waktu panjang dan harus menghadapi berbagai tantangan, Partai Golkar akan menjadi partai politik yang tangguh, andal, modern, dan akan didukung masyarakat.

Sebaliknya, kalau pemenangnya adalah figur yang semata-mata mengejar kekuasaan, Partai Golkar akan lenyap ditelan oleh buasnya kekuasaan.

Dengan demikian, bila Partai Golkar berkuasa, hal itu bukan karena ia semata-mata ingin berkuasa, melainkan karena kredibilitas Partai Golkar mendapatkan kepercayaan rakyat untuk mengelola kekuasaan.

Oleh sebab itu, isu apakah Partai Golkar akan beroposisi atau menjadi bagian kekuasaan tidak penting. Yang paling utama, kebangkitan Partai Golkar harus dihidupkan oleh panggilan suara hati, bukan karena dorongan nafsu kekuasaan.

Oleh karena itu, setiap niat yang menginginkan Partai Golkar menjadi instrumen kekuasaan, misalnya dengan membangun jaringan dan operasi intelijen untuk mendapatkan dukungan rakyat, harus dicegah.

Kemenangan seperti itu akan menyebabkan Partai Golkar menjelma menjadi ”zombi” politik yang sangat menakutkan karena akan mematikan kehidupan demokrasi yang sedang tumbuh di bumi Nusantara ini.

Oleh J KRISTIADI,
Selasa, 25 Agustus 2009 | 03:15 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar