11 Oktober 2010

Hary Tenoesoedibjo Tawarkan Arbitrase untuk Kasus TPI

Indonesiafile, Jakarta - Pemilik saham Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) Hary Tanoesoedibjo menyesalkan keluarnya surat dari PLH Dirjen Adminstrasi Hukum Umum (AHU) yang menyebabkan sengketa saham televisi itu menjadi pelik. Namun, dia tetap membuka pintu damai melalui arbitrase.

Demikain dikatakan Hary Tanoesoedibjo dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR yang dipimpin Ketuanya Benny K Harman di Gedung DPR Senayan Jakarta, Selasa (27/7). Sengketa saham bisa melalui arbitrase jika tidak puas dipengadilan. Dalam kejadian ini bisa dimusyawarahkan, kata dia.

Menurut dia kisruh sahama itu secara sistematis membuat TPI terpuruk. Oleh karena itu dia minta surat itu ditarik kembali. Ini harapan kami. Kehadiran kami tidak untuk membahas masalah sengketa saham TPI kami hadir untuk menyampaikan keberataan akan surat PLH Dirjen AHU itu, kata dia.

Hary didampingi Dirut TPI Sang Nyoman Suwisma bersama sejumlah direksi dan komisaris TPI. Sengketa terbuka terjadi saat Siti Hardiyanti Rukmana menggugat PT Berkah Karya Bersama (BKB) terkait RUPSLB TPI 18 Maret 2005.

Menurut kubu Hary Tanoe merupakan dasar bagi kepemilikan BKB atas 75 persen saham TPI. Kepemilikan BKB itu kemudian dialihkan ke MNC pada 21 Juli 2006 dan telah dicatat pada Kementerian Hukum dan HAM.
Pada saat gugatan BKB atas RUPSLB TPI 18 Meret 2005 sedang berjalan, tiba-tiba diterbitkanlah Surat Pelaksana Harian Direktur Perdata tanggal 8 Juni 2010, yang diklaim membatalkan SK 21 Maret 2005 yang mencatatkan hasil RUPSLB 18 Maret 2005, kata Suwisma.

Berdasarkan surat PLH Direktur Perdata itulah, kata Suwisma, kemudian dijadikan dasar Siti Hardiyanti Rukmana (SHR) mengadakan RUPS tanggal 23 Juni 2010. Hasil RUPS itu menurut kubu Hary Tanoe menghasilkan kepengurusan TPI ilegal versi SHR.

Komisi III Sesalkan Anggota Komisi III DPR juga menyesalkan keluarnya surat dari kantor Depkumham dan meminta dalam waktu dekat ada klarifikasi dari Menkumhan. Mereka juga menyarankan agar dilakukan arbitrase sebelum masalah ini diselesaikan di pengadilan.
Ketua Komisi III Benny K Harman meminta kelancaran dan keamanan kerja di TPI tetap terjadi. Semua pihak harus menghargai proses hukum yang sedang berlangsung. Sumber masalah di Kemenkumham. Komisi III DPR akan minta klarifkasi ke Menkumham dan bila ada masalah harus dicabut, kata Benny.

Sementara Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan lebih senang jika PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) mau mengembalikan uang hasil dari akses fee Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Ditjen AHU, Kemenkumham.
Namun karena khawatir pertemuan antara JAM Pidsus, Muhammad Amari dengan Harry Tanoesoedibyo menimbulkan polemik, Jaksa Agung Hendarman Supandji melarang Amari bertemu lagi dengan Harry Tanoe adik kandung tersangka Sisminbakum, Hartono Tanoesoedibyo.

Saya sudah beri teguran secara lisan dan minta untuk tidak diulangi, kata Hendarman kepada wartawan di Kejaksaan Agung usai menanda-tangani MoU dengan Menteri Kesehatan, Selasa (27/7), soal
Rumah Sakit yang dimiliki Kejaksaan.

Hendarman mengakui, sebelumnya Amari pernah izin dan melapor kalau ada dari pihak Hartono mau mengembalikan uang. Saya setuju dan senang jika memang uangnya mau dikembalikan. Tapi saya tidak tahu kalau kemudian ada pertemuan tersebut, ujarnya.

Dia juga tak tahu apakah dengan demikian PT SRD mengakui ada kerugian negara dalam kasus Sisminbakum. Saya tidak tahu. Dia mintanya begitu. Tanya sama dia, kata Hendarman.

Sementara pengacara mantan Dirut PT SRD, Yohanes Waworuntu, Eggi Sudjana mengatakan, adanya pertemuan Amari dengan Hary Tanoe yang membahas pengembalian uang membuktikan kliennya tidak pernah menerima aliran dana dari Sisminbakum.

Padahal, tutur Eggi, Mahkamah Agung (MA) di dalam putusannya telah memerintahkan kliennya harus mengembalikan kerugian negara, termasuk gaji yang diterimanya. Oleh karena itu dia menilai, MA seharusnya malu hati. Sebab MA membuat putusan yang tidak agung, ucap dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar