22 Oktober 2009

Satu Juta Petani Belum Mendapat Urea Bersubsidi

Benahi Kelompok Tani

Kamis, 22 Oktober 2009 | 03:50 WIB

Jakarta, Kompas - Departemen Pertanian didesak melakukan pembenahan dan pendataan kelompok tani. Hingga saat ini diperkirakan masih sekitar satu juta petani kecil yang belum mendapatkan urea bersubsidi meskipun distribusi sistem tertutup sudah diterapkan sejak awal 2009.

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir, Rabu (21/10) di Jakarta, mengungkapkan, diperkirakan masih ada 5 persen petani yang belum bergabung dalam kelompok tani, dari total petani tanaman pangan sekitar 24 juta keluarga tani.

Padahal, kelompok tani merupakan wadah bagi petani untuk mengakses pupuk bersubsidi. Melalui rencana definitif kebutuhan kelompok tani (RDKK) yang disusun bersama dalam kelompok tani, para petani mengajukan kebutuhan mereka akan pupuk. ”Petani yang tidak masuk dalam kelompok tani tidak akan mendapat pupuk bersubsidi,” katanya.

Winarno mendesak pemerintah agar secepatnya mendata, membenahi, dan melakukan registrasi kelompok tani agar tidak ada lagi petani yang terlewati dan tidak mendapatkan pupuk bersubsidi.

”Memang harus diakui sistem RDKK membuat distribusi pupuk lebih tepat sasaran sehingga penggunaan pupuk oleh petani lebih hemat. Tetapi, kelemahannya masih ada jutaan petani yang belum bergabung dengan kelompok tani,” katanya.

Produsen ikuti RDKK

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian Sutarto Alimoeso sepakat tentang perlunya pembenahan kelompok tani.

Meskipun begitu, kebijakan pemerintah tetap melayani petani yang belum masuk dalam kelompok tani. Selain itu juga melayani petani yang tidak memasukkan kebutuhan pupuknya ke RDKK.

Caranya, mereka datang ke kios penyalur resmi pupuk bersubsidi dengan membawa kartu identitas, berikut surat keterangan sedang menggarap lahan pertanian. Lalu, penyalur memberi mereka pupuk bersubsidi sambil diarahkan untuk bergabung dalam kelompok tani di wilayahnya. Jangan sampai ada petani yang tidak kebagian pupuk bersubsidi.

Sementara itu, Bowo Kuntohadi, Direktur Pemasaran PT Pupuk Sriwidjaja, selaku induk perusahaan pupuk BUMN, menyatakan bahwa produsen pupuk hanya menjalankan tugas. Industri hanya bisa mengeluarkan pupuk bersubsidi sesuai permintaan petani dalam RDKK.

Asril (68), petani bagi hasil di Desa Mekar Wangi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menyatakan, selama ini petani yang menggarap sawahnya tidak pernah mendapatkan pupuk bersubsidi.

Mereka terpaksa membeli urea di kios pengecer dengan harga Rp 180.000 per kemasan 50 kilogram. Pupuk yang dia beli bukan pupuk bersubsidi karena petani di sana tidak mengetahui mekanisme penyusunan RDKK. (MAS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar