24 November 2009

Aktivis anti korupsi desak SBY copot Kapolri dan Jakgung

JAKARTA - Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (Kompak) Ray Rangkuti mengatakan pernyataan Presiden SBY tadi malam terkait kasus rekomendasi Tim 8 tak lebih dari pidato biasa saja. Isi-nya tidak jelas dan tidak mengarah kepada perbaikan.

"Untuk itu, kami bersama-sama aktivis dan teman-teman lainnya akan terus berjuang mengingingkan reformasi hukum. Salah satunya agar Kapolri dan Jaksa Agung dapat segera diganti," tegas Ray Rangkuti kepada Harian Terbit, Selasa (24/11).

Menurutnya, pidatu sekitar 35 menit itu, 20 menitnya berisi bunga-bunga saja, retorika dan tidak memberikan jalan keluar. Padahal semua rakyat ingin mendengar keputusan yang konkrit dari presiden sehingga permasalahan hukum yang membelit bangsa ini cepat terselesikan.

"Coba saja berita-berita di media masa banyak yang mengatakan pernyataan SBY semalam menimbulkan multitafsir karena tidak jelas. Ini berarti sama dengan pendapat para aktivis kita yang sedang memperjuangan keadilan," tegasnya.

Menurut Ray pendapat para aktivis bukan subyektif tapi obyektif. Hal itu disebabkan pendapatnya sama dengan masyarakat lainnya, bahwa perlu adanya reformasi hukum, yaitu mengganti Kapolri dan Jaksa Agung.

"Saat ini kan sedang terjadi rekayasa hukum, kenapa dibiarkan. Seharusnya presiden tegas saja mengatakan siapa saja yang perlu diganti," tuturnya. Ray mempertanyakan, kenapa yang kena cuma cere-cerenya saja. Sedangkan pimpinannya tetap duduk manis.

"Keberadaan Anggodo saja tidak disebut-sebut dalam pernyataan presiden. Ini ada apa sebenarnya," Ray mempertanyakan. Seharusnya , kata Ray Presiden SBY tegas jangan sampai kelihatan mengambang seperti sekarang ini. Presiden malam itu hanya berpidato yang tidak mempunyai isi konkrit.

"Untuk itu, kita akan menyikapi pidato SBY itu dengan aksi-aski demo di kemudian hari. Saat ini kita sedang konsolidasi bersama teman-teman untuk melakukan aksi yang lebih besar lagi," tegas Ray Rangkuti.

Akan halnya Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko mengaku memberikan acungan jempol terbalik untuk SBY. Acungan jempol ini sebagai simbol kekecewaan Presiden terhadap komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi. "Yang diomongin Presiden tidak jelas," ujar Danang.

Presiden, katanya, hanya menyerahkan kasus ke kepolisian dan kejaksaan yang itu dianggap bertolak dengan rekomendasi tim 8. Menurutnya bahwa Susilo Bambang Yudhoyono, tidak pantas berada di Istana Negara. "Presiden tidak bisa menyelesaikan masalah, percuma," ujar dia.

Koordinator Kompak Fadjroel Rahman juga mengaku kecewa karena SBY yang diharapkan menjadi penerang masayarakat dengan mengembalikan legitimasi moral dan politik, melalui pengambilan keputusan dan mengembalikan Chandra M Hamzah dan Bibit Samat Riyanto, nyatanya tidak mengambil sikap tegas

 "Jadi buat kami, situasi pergantian Presiden sangat serius, karena kami tidak mau dipimpin Presiden yang tidak ada komitmen hukum," katanya. Padahal tadinya kelompok anti korupsi berpikir bahwa Pemerintahan SBY dianggap serius dalam memberantas mafia hukum. Ini terbukti dengan upaya pengungkapan kasus Bank Century dan dibentuknya satuan tugas. "Tapi ternyata mendengar pidatonya, saya mengucapkan selamat tinggal SBY. Karena buat kami, SBY menjadi mafia hukum itu sendiri," ujarnya. Nasib SBY kata dia tidak tertolong lagi.  (junaedi/aryopaku)
Sumber: Harian Terbit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar