29 Desember 2009

CATATAN AKHIR TAHUN; Babak Baru Rumah Bersubsidi

BM LUKITA GRAHADYARINI

Tahun 2009 hampir usai. Kabinet pemerintahan baru telah diusung. Rakyat menyandarkan harapan untuk penghidupan yang lebih baik. Hidup di tempat tinggal yang manusiawi tetapi terjangkau adalah sepenggal kebutuhan utama, selain tersedianya pangan dan sandang.

Berkembangnya jumlah penduduk dan kian sesaknya lahan, khususnya di kota besar, menjadikan rumah layak huni menjadi teramat mahal.

Pemerintah memang sedang menggalakkan program pembangunan rumah murah untuk rakyat berupa rumah sederhana sehat dan rumah susun.

Tahun ini, tahun ketiga berjalannya program 1.000 menara rumah susun sederhana yaitu rumah susun sederhana milik bagi masyarakat berpenghasilan di bawah Rp 4,5 juta per bulan, dan rumah susun sederhana sewa bagi yang berpenghasilan di bawah Rp 2 juta per bulan.

Triliunan rupiah dana subsidi digulirkan pemerintah melalui perbankan untuk meringankan rakyat mengakses kredit pemilikan rumah. Subsidi itu meliputi uang muka dan keringanan bunga kredit.

Pemerintah juga menanggung Pajak Pertambahan Nilai bagi konsumen rumah susun milik bersubsidi. Pengembang yang membangun rumah susun sederhana bersubsidi pun mendapat insentif, pemotongan Pajak Penghasilan.

Menjelang akhir 2009, tujuh lokasi menara rumah susun, yang dapat menampung ribuan keluarga, telah diselesaikan hingga tahap konstruksi dan siap diserahkan ke konsumen.

Rumah-rumah susun sederhana milik itu bak apartemen. Ada kolam renang, pusat kebugaran, kawasan komersial, dan lahan parkir yang luas. Semua sarana tambahan ini tidak gratis. Untuk mendapat segala fasilitas atau unit hunian di lantai tertentu dengan pemandangan tertentu, ada biaya tambahan yang wajib dibayar konsumen, di luar plafon kredit ke bank.

”Hampir tidak ada lagi rumah susun sederhana milik yang dijual total seharga Rp 144 juta per unit, seperti yang ditetapkan pemerintah,” tutur Teguh F Satria, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia.

Meskipun ada biaya tambahan, nyatanya rumah susun sederhana milik laris, bahkan sebelum pembangunannya rampung. Sebagian besar pembeli membayar tunai, ada yang tunai bertahap atau dengan KPR nonsubsidi. Kepemilikan rumah susun tak lagi murni oleh masyarakat menengah ke bawah, yang mengandalkan subsidi.

”Belum ada aturan tegas tentang komposisi peruntukan antara rumah susun sederhana bersubsidi dan nonsubsidi,” ujar Deputi Perumahan Formal Kementerian Negara Perumahan Rakyat Zulfi Syarif Koto.

Tahun 2008, ujar Zulfi, pihaknya telah melayangkan surat edaran tentang porsi peruntukan rumah susun sederhana bersubsidi dan nonsubsidi dengan 70 banding 30 persen dalam satu menara. Namun, aturan itu tak digubris pengembang.

Sementara itu, penyaluran dana subsidi terbilang lambat. Kementerian Negara Perumahan Rakyat merilis, penyaluran subsidi untuk rumah sederhana sehat dan rumah susun sederhana 2009 maksimal hanya Rp 1,5 triliun atau 60 persen dari anggaran awal Rp 2,5 triliun.

Kepala Pusat Pembiayaan Perumahan Kemenpera Wardiati mengungkapkan, hingga minggu pertama Desember 2009, realisasi penyaluran subsidi baru 75 persen dari Rp 1,5 triliun. Sekitar 90 persen dana subsidi masuk ke rumah sederhana sehat dan 10 persen untuk rumah susun sederhana milik.

Pola subsidi diubah

Penyaluran subsidi untuk rumah susun sederhana milik, menurut Wardiati, bergantung pada pengajuan, serta hasil verifikasi kelayakan konsumen. ”Minat pembeli rumah susun sederhana milik yang nonsubsidi juga banyak,” ujarnya.

Kemenpera berencana mengubah pola subsidi perumahan, yakni berupa subsidi langsung ke konsumen. Perubahan pola subsidi ini sedang dikaji bersama Departemen Keuangan.

Ada dua opsi yang diusulkan, yakni pemotongan harga rumah atau stimulan pajak. Dengan demikian, verifikasi kelayakan konsumen sepenuhnya dilakukan perbankan.

Pola tersebut diharapkan dapat mempercepat waktu penyaluran subsidi serta lebih tepat sasaran kepada masyarakat kecil. ”Konsumen menengah ke bawah bisa memilih rumah dengan harga berapa saja karena mereka langsung mendapat dana subsidi sewaktu akad kredit rumah,” ujar Teguh.

Sayangnya, sebagian pengembang menyikapinya dengan keinginan menaikkan harga rumah susun sederhana milik. REI memang telah mengusulkan kenaikan harga patokan rumah susun, dari Rp 144 juta menjadi menjadi Rp 180 juta per unit.

Menurut Teguh, kenaikan harga rumah susun sederhana tahun 2010 sulit dihindari karena harga bahan baku terus meningkat, selain adanya berbagai hambatan yang dihadapi pengembang, antara lain soal perizinan dan keharusan menalangi subsidi bunga kredit untuk konsumen karena lambannya penyaluran subsidi.

Sinyal kenaikan harga itu mulai terlihat. Staf pemasaran di sejumlah proyek rumah susun sederhana milik bersubsidi telah mengumumkan kenaikan harga jual pada 2010, kendati belum ada ”lampu hijau” kenaikan harga dari pemerintah.

Di Rumah Susun Sederhana Milik Sentra Timur, Pulo Gebang, Jakarta Timur, misalnya, harga jual diumumkan naik 20-30 persen pada 2010.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengkhawatirkan pembangunan rumah susun sederhana milik kian kehilangan arah karena tidak ada ketegasan aturan dan banyaknya hambatan dalam proses pembangunan.

Padahal, pemerintah dikejar target membangun 1.000 menara rumah susun tahun 2011. ”Tanpa pembenahan, program rumah susun sederhana kehilangan ruh menyediakan rumah untuk rakyat kecil,” ujar Ali.

Pembenahan harus dilakukan pada mekanisme pola subsidi, termasuk kriteria yang jelas siapa yang berhak mendapat subsidi. ”Harus ada kebijakan yang tegas, berapa persentase satuan rumah susun sederhana milik yang bersubsidi dalam setiap menara,” kata Ali.

Dijelaskan, ada dua opsi yang dapat dipilih pemerintah. Pertama, rumah susun sederhana milik dibangun oleh pemerintah dengan menggandeng Perum Perumnas sebagai BUMN. Kedua, setiap pengembang apartemen mewah wajib membangun rumah susun sederhana milik dengan kemudahan izin dan insentif atau kompensasi berupa uang.

Tiada jalan selain memulai babak baru perumahan bersubsidi yang terjangkau dan tepat sasaran. Kini hal itu berpulang pada komitmen para pemangku kepentingan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar