27 Oktober 2009

Tumpak: Rekaman Itu Ada

Pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (dari kiri), Waluyo, Mas Achmad Santosa, dan Tumpak Hatorangan Panggabean, memberikan keterangan kepada wartawan terkait beredarnya dugaan transkrip rekaman rencana kriminalisasi terhadap pimpinan KPK di Gedung KPK, Jakarta, Senin (26/10). Dua unsur pimpinan KPK yang lain, Haryono Umar dan M Jasin, tidak menghadiri acara jumpa pers tersebut.


Jaksa Agung Lakukan Klarifikasi, Kapolri Siap Bertanggung Jawab

Selasa, 27 Oktober 2009 | 03:25 WIB

Jakarta, Kompas - Ketua Pelaksana Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi Tumpak Hatorangan Panggabean memastikan adanya dokumen berupa rekaman pembicaraan. Ia siap memberikan rekaman itu kepada pihak berwajib untuk kejelasan proses hukum yang disangkakan kepada Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah.

”Kalau ditanya apakah rekaman itu ada, saya sampaikan itu ada. Ini adalah salah satu dokumen hasil penyelidikan,” kata Tumpak dalam konferensi pers di Gedung KPK, Senin (26/10). Tumpak didampingi dua pelaksana tugas KPK lainnya, Mas Achmad Santosa dan Waluyo.

”Saya perlu jelaskan, memang KPK pernah melakukan penyelidikan terhadap kasus yang berhubungan dengan SKRT (Sistem Komunikasi Radio Terpadu). Ada beberapa dokumen yang berhubungan dengan rekaman yang dimaksud,” kata Tumpak menambahkan.

Menurut Tumpak, substansi rekaman itu tidak akan disampaikan kepada publik, karena itu merupakan hasil penyelidikan. ”Kami juga merasa heran kenapa dokumen-dokumen itu sepertinya ada termuat di beberapa media. Sekarang masih tetap berada pada KPK sebagai salah satu dokumen yang tersimpan baik hasil penyelidikan,” katanya.

Menjawab pertanyaan apakah substansi dari dokumen yang beredar di media itu benar atau tidak, Tumpak mengatakan, ”Saya tidak bisa mengatakan apakah itu benar atau tidak benar karena saya tidak akan menyampaikan isi rekaman itu.”

Perjelas masalah

Menurut Tumpak, pihaknya siap memberikan rekaman itu jika memang dibutuhkan untuk penyidikan atau ke persidangan. ”Sepanjang aparat penegak hukum memerlukan untuk membuat suatu perkara menjadi terang, tentunya kami selaku pimpinan KPK akan memberikan,” katanya.

Ditanya jika seandainya pihak kepolisian tidak meminta rekaman itu, Tumpak menjawab tegas, ”Tentunya (rekaman itu) diperlukan.”

Dia yakin pihak berwajib akan meminta bukti rekaman itu jika memang mereka ingin memperjelas perkara yang disangkakan kepada kedua wakil ketua KPK nonaktif, Bibit dan Chandra. ”Rekaman itu untuk membuat perkara ini terang,” katanya.

Libatkan banyak pihak

Rekaman yang kini beredar di masyarakat menunjukkan banyak pihak yang diduga terlibat dalam merancang kriminalisasi terhadap Chandra dan Bibit. Beberapa di antaranya dari pejabat Kejaksaan Agung, kepolisian, pengacara, dan pengusaha.

Rekaman itu diduga berasal dari penyadapan KPK terhadap Anggodo Widjojo, adik Anggoro Widjojo, bos PT Masaro Radiokom. Anggoro kini menjadi buronan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Kehutanan.

Percakapan melalui telepon itu dilakukan Anggodo dengan sejumlah pihak selama bulan Juli hingga Agustus 2009.

Dalam bukti rekaman itu, bekas pejabat tinggi kejaksaan, Wisnu Subroto, diduga sebagai salah satu aktor utama yang menyusun skenario itu. Misalnya, dua percakapan yang diduga dilakukan Anggodo dengan Wisnu pada 23 Juli 2009 pukul 12.25 dan pada 30 Juli 2009 pukul 19.13. Dalam kedua percakapan itu disebutkan tentang upaya Anggodo dan Wisnu untuk menyusun kesaksian dan kronologi perkara, yang akan dipakai sebagai dasar untuk menjadikan Bibit dan Chandra sebagai tersangka.

Selain berisi rekaman percakapan dengan Wisnu, rekaman itu juga berisi percakapan dengan petinggi kejaksaan lainnya berinisial RT, petinggi polisi, penyidik polisi, dan beberapa pihak lain.

Percakapan itu berisi bagaimana mengatur kesaksian dan kronologi perkara yang akan disangkakan kepada Bibit dan Chandra, termasuk siapa yang akan menjadi saksi, bagaimana mengatur agar Ary Muladi yang disebut-sebut akan disiapkan sebagai saksi agar datang ke KPK, dan bagaimana menggunakan testimoni mantan Ketua KPK Antasari Azhar untuk menghubungkan keterangan Ari dan Edy, yang akan menjadi saksi kunci.

Isi percakapan yang dibuat pada pertengahan Juli hingga Agustus 2009 itu sangat mirip dengan kronologi 15 Juli 2009 yang ditandatangani Ary Muladi dan Anggodo, dan kemudian dijadikan kepolisian untuk memanggil Bibit dan Chandra dan menjadikan kedua petinggi KPK (nonaktif) itu sebagai tersangka dalam kasus penyuapan dan penyalahgunaan wewenang.

Jaksa Agung klarifikasi

Jaksa Agung Hendarman Supandji yang ditanya wartawan tentang nama-nama jaksa yang ada dalam rekaman percakapan itu mengatakan, ”Saya baru klarifikasi ke Pak Wakil Jaksa Agung.” Dalam percakapan antara orang yang diduga sebagai Wisnu dan Anggodo itu sempat disebutkan nama Abdul Hakim Ritonga, yang saat ini menjabat Wakil Jaksa Agung.

Namun, saat ditanya, mengenai isi klarifikasi tersebut, Hendarman menolak menjawab. ”Masih klarifikasi. Masak klarifikasi saya kasih tahu,” ujarnya.

Ritonga sendiri terkesan menghindari wartawan. Ia berjalan bergegas sambil melambai, menolak ditanya.

Sementara itu, Wisnu Subroto yang dihubungi Kompas pada Minggu (25/10), membantah terlibat dalam dugaan rekayasa itu. Meski demikian, Wisnu mengaku kenal Anggodo sejak 2007. Wisnu malah menantang agar rekaman itu dibuka, agar segala polemik di masyarakat menjadi jelas.

Kapolri tanggung jawab

Secara terpisah, Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri mengingatkan untuk tidak berandai-andai terkait dugaan adanya rekayasa penyidikan pimpinan KPK. Namun, jika memang ada rekaman yang menunjukkan adanya rekayasa itu, dia siap bertanggung jawab.

”Saya belum terima (rekaman atau transkrip dugaan rekayasa). Prinsipnya, saya pertanggungjawabkan. Ingat, dalam penyidikan perkara KPK tidak ada rekayasa. Tolong ya, ingat itu dulu,” kata Bambang, Senin.

Menurut Kapolri, ada atau tidak adanya rekayasa dalam penyidikan tersebut dapat dibuktikan dalam proses penanganan perkara selanjutnya, yakni di kejaksaan dan pengadilan.

Dalam pada itu Komisi III DPR meminta KPK membeberkan rekaman itu. ”Kami akan meminta KPK datang ke Komisi III untuk membeberkan rekaman daripada ribut terus. Rapat akan dijadwalkan secepatnya,” ujar Ketua Komisi III Benny K Harman dari Fraksi Partai Demokrat.

Menurut Benny, kalau KPK membeberkan rekaman itu di DPR, tidak bisa dipermasalahkan oleh siapa pun, dan DPR memberikan jaminan untuk itu.

(AIK/RTS/SUT/IDR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar